Jakarta – Polemik mengenai besaran komisi yang diterima perusahaan penyedia layanan ojek online atau daring (ojol) kembali mencuat, terutama setelah sejumlah penumpang merasa bahwa perusahaan mengambil porsi terlalu besar dari biaya perjalanan.
Namun, benarkah aplikator ojol mengambil komisi hingga 26 persen dari penghasilan mitranya?
Sebuah infografis dari Grab Indonesia menjelaskan secara gamblang bahwa hitungan tersebut keliru.
Banyak pengguna menyangka bahwa jika mereka membayar Rp14.200 untuk sebuah perjalanan, dan driver hanya menerima Rp10.400, maka Grab mengambil selisihnya atau sekitar 26 persen. Namun, perhitungan tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Baca juga: Aksi Massa Ojol 20 Mei Tak Pengaruhi Operasional Aplikasi, Ini Kata Aplikator
Menurut penjelasan Grab, perhitungan komisi dilakukan atas tarif dasar, bukan dari total biaya yang dibayar oleh penumpang.
Dalam contoh yang digunakan Grab, tarif dasar adalah Rp13.000. Dari angka itu, Grab mengambil maksimal 20 persen atau Rp2.600 sebagai komisi, sedangkan sisanya sebesar Rp10.400 menjadi hak driver.
Biaya Tambahan Ditanggung Penumpang

Komponen lain seperti platform fee sebesar Rp2.000 dan carbon fee sebesar Rp200 merupakan biaya tambahan yang langsung dibebankan kepada penumpang, dan bukan bagian dari tarif yang dibagi antara Grab dan pengemudi.
Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy menegaskan bahwa Grab tidak pernah menarik komisi melebihi 20 persen. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022.
“Kami ingin menegaskan bahwa terkait ojol, Grab tidak pernah mengenakan komisi lebih dari 20 persen,” ujar Tirza, dikutip Rabu, 21 Mei 2025.
Baca juga: Beda Arah Gerak Saham GOTO dan GRAB usai Mitra Pengemudi Gelar Aksi Demo
Ia menambahkan, kesalahpahaman selama ini muncul karena publik menghitung komisi dari total pembayaran konsumen, padahal yang benar adalah dari tarif dasar.
“Kami menyayangkan adanya kesalahpahaman dalam perhitungan biaya komisi yang terjadi saat ini, di mana perhitungan komisi seharusnya dihitung atas tarif dasar, bukan total keseluruhan biaya yang dibayarkan konsumen,” tegasnya.
Komisi untuk Pengembangan Ekosistem
Tirza juga menjelaskan bahwa komisi yang diperoleh Grab bukan semata untuk keuntungan perusahaan, melainkan dikembalikan ke dalam ekosistem, termasuk untuk pengembangan platform, dukungan operasional, program pelatihan mitra, hingga perlindungan asuransi kecelakaan.
Grab menyatakan bahwa mereka menerapkan model kemitraan yang memberikan fleksibilitas bagi mitra pengemudi, baik dari sisi waktu kerja maupun penghasilan.
Baca juga: PPATK Blokir 28.000 Rekening Dormant, Bos OJK Bilang Begini
Dalam ekosistem on-demand seperti Grab, perusahaan percaya bahwa keberlanjutan hanya bisa terwujud jika ada keseimbangan antara pendapatanr44 mitra, keterjangkauan bagi konsumen, dan kelangsungan operasional platform.
“Kami akan terus memastikan agar para Mitra tetap memiliki pilihan dan kendali dalam menjalankan aktivitasnya,” imbuh Tirza. (*) Alfi Salima Puteri









