Jakarta – DBS Bank telah menyalurkan total SGD61 miliar untuk pembiayaan berkelanjutan secara global sepanjang tahun 2022. Dalam publikasinya bertajuk “Our Path to Net Zero: Supporting Asia’s Transition to a Low Carbon Economy“, DBS Bank merinci pembiayaan berkelanjutan itu yang di antaranya terdiri atas SGD20,5 miliar untuk pinjaman berkelanjutan, serta SGD24 miliar pada surat obligasi berkelanjutan yang dirilis selama 2022.
Nilai SGD61 miliar itu pun telah melampaui target penyaluran pembiayaan berkelanjutan DBS Bank yang sebesar SGD50 miliar dua tahun lebih awal dari jadwalnya. Sementara itu, Helge Muenkel selaku Chief Sustainability Officer DBS Bank mengungkapkan, ada tiga pilar yang diterapkan DBS Bank selama ini untuk memaksimalkan potensi penyaluran pembiayaan berkelanjutan.
Yang pertama, menurutnya adalah penekanan pada penerapan praktik bisnis yang bertanggung jawab. Melalui pilar pertama ini, DBS Bank berupaya mendorong nasabahnya untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sesuai dengan nilai-nilai environment, social, and governance (ESG).
“Kita menanamkan prinsip praktik bisnis yang bertanggung jawab ini di segala segmen, mulai dari retail banking, private banking, small medium enterprise (SME), korporasi besar, dan lainnya. Pilar pertama ini juga menekankan pentingnya inklusi keuangan, yang menyasar kelompok unbanked dan underbanked,” jelas Helge kepada Infobanknews, beberapa waktu lalu.
Lalu, pilar yang kedua adalah bagaimana sebuah organisasi menerapkan praktik bisnis yang bertanggung jawab itu. Helge katakan, penerapan pilar kedua ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana korporasi beroperasi dalam menerapkan nilai-nilai ESG seperti diversity, inklusivitas, transparansi, kebijakan ramah lingkungan seperti carbon neutral, dan lainnya, yang mana pihaknya telah bisa mewujudkan realisasi nilai-nilai itu di akhir tahun lalu.
“Dan yang ketiga adalah bagaimana kita bisa berdampak untuk industri non perbankan. Dimana kita telah mendukung social entrepreneurship, termasuk beragam komunitas sosial,” ujar Helge.
Ia terangkan lebih lanjut bahwa penerapan ESG di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tiga pilar tersebut. Indonesia sebagai salah satu market terbesar dimana DBS Bank beroperasi, maka dari itu penerapan tiga pilar di atas menjadi sangat penting dalam merealisasikan prinsip-prinsip ESG di Indonesia.
Ia mencontohkan bagaimana Bank DBS Indonesia yang memiliki konselor khusus untuk mendiskusikan penerapan program ESG bagi nasabah-nasabah bisnis Tanah Air.
“Jadi, cara kita mendukung nasabah kita di Indonesia adalah melalui penyediaan advisor dan dukungan keuangan bagi nasabah-nasabah kita di Indonesia, sehingga mereka bisa bertransisi menuju lower carbon business model,” papar Helge.
Dirinya pun senang melihat semakin banyak organisasi di Indonesia, mulai dari lembaga pemerintah, regulator, perusahaan swasta, dan institusi keuangan yang menerima prinsip ESG. Hal ini, menurutnya, dapat dilihat dari semakin banyaknya perusahaan yang menerapkan strategi dekarbonisasi, serta semakin banyaknya institusi finansial yang menerapkan ESG dengan lebih serius.
Ia kembali memberikan contoh bagaimana Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) yang telah banyak mendiskusikan terkait penerapan Energy Transition Mechanism (ETM), serta pembahasan mengenai Just Energy Transition Partnership (JETP) yang diharapkan dapat mempercepat akselerasi transisi energi di Indonesia.
“Kita juga meningkatkan penyaluran pinjaman kita untuk segmen bisnis berkelanjutan di Indonesia dalam beberapa tahun ini,” terangnya. Steven Widjaja