Jakarta – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank sebagai Special Mission Vehicle Kementerian Keuangan RIberkomitmen untuk turut berpartisipasi menjadi agen transformasi dalam penerapan Enviromental, Social & Governance (ESG). Sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk merespon perubahan iklim serta mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060, LPEI mendorong sejumlah langkah inisiatif penerapan ESG sebagai standar kinerja operasional Lembaga yang berkelanjutan.
Anggota Dewan Direktur dan Ketua Komite Pemantau Risiko LPEI, Felia Salim mengatakan, bahwa LPEI berkomitmen dalam menjalankan mandatnya dengan mempertimbangkan prinsip ESG. Dalam penerapan ESG tersebut, LPEI berpegang pada prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 51/POJK.03/2017 tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.
“Perlahan namun pasti, LPEI sedang menyelaraskan kebijakan dan pedoman ESG ke dalam mandat lembaga dalam rangka mendorong ekspor nasional yang beyond financing, berkelanjutan dan menciptakan develomental impact,” ujar Felia Salim dalam sebuah seminar bertajuk ‘Addressing Key Challenges in Climate Change’ dikutip 22 Juni 2023.
LPEI, kata Felia, akan terus menyelaraskan prinsip-prinsip ESG tersebut dalam kebijakan lembaga yang dituangkan melalui Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) dan terbagi ke dalam ESG kelembagaan dan ESG Kegiatan Usaha. Melalui ESG Kelembagaan, LPEI mendorong terciptanya kegiatan operasional yang ramah lingkungan melalui green office, save energy dan green carbon footprint.
Dari aspek ESG kegiatan usaha, LPEI memberikan edukasi kepada para nasabah tentang pentingnya penerapan ESG dan pengaruh perubahan iklim terhadap keberlangsungan bisnis mereka. Selain itu, LPEI juga memperhatikan manfaat ganda (multiplier effect) yang diciptakan terhadap ekonomi, masyarakat dan lingkungan dari pengembangan kapasitas yang dilakukan kepada para pelaku usaha di Indonesia salah satunya melalui program Desa Devisa.
“Tentunya kami akan proaktif dalam implementasi prinsip ESG. LPEI akan turut berperan menjadi salah satu lembaga dalam implementasi ESG untuk mendukung ekosistem ekspor berkelanjutan,” sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Chief APAC Economist Economic Solutions Moody’s Analytics Steve Cochrane menambahkan, bahwa saat ini negara-negara masih merasakan dampak ekonomi yang diakibatkan pandemi Covid-19 walaupun saat ini sedang dalam proses pemulihan. Ketegangan politik yang sedang terjadi di beberapa negara juga ikut memicu instabilitas ekonomi dunia.
Menurutnya, terdapat resiliensi ekonomi negara-negara Asia Tenggara dalam hal ini Indonesia yang didorong permintaan domestik yang kuat, kebijakan ekonomi Indonesia yang suportif dan produk domestik bruto yang stabil.
“Meskipun negara-negara di Amerika dan Eropa sebagian masih menghadapi tantangan ekonomi, negara-negara di Asia Tenggara justru saat ini sedang dalam masa ekspansi. Salah satunya Indonesia yang saat ini dalam masa melakukan ekspansi bisnis dan diprediksi ekonomi indonesia akan semakin kuat di tahun depan,” ungkap Steve.
Sementara itu, Direktur Global Industry Practice Group Moody’s Analytic Yasman Moghaddam mengatakan bahwa perubahan iklim memiliki dampak yang lebih luas dan signifikan bagi ekonomi negara-negara di dunia setelah gelombang pandemi Covid-19.
Dampak tersebut dapat dibagi menjadi dua yakni risiko fisik yang dipicu oleh cuaca ekstrim yang saat ini seringkali terjadi maupun perubahan iklim lainnya. Dan risiko transisi yang dipicu oleh kebijakan, teknologi dan preferensi konsumen. Kedua risiko tersebut pada akhirnya akan memberikan tantangan terhadap stabilitas bisnis dan ekonomi.
Dalam penjelasannya Yasman menyatakan, bahwa pentingnya peran lembaga pembiayaan untuk meningkatkan kesadaran dalam menerapkan ESG di kegiatan bisnis para pelaku usaha khususnya eksportir. “Perubahan iklim tidak hanya terjadi saat ini namun dapat merefleksikan bagaimana masa depan kita dalam 20 tahun mendatang,” sebut Yasman. (*)