Poin Penting
Jakarta - Iklim bisnis dalam beberapa waktu terakhir terus menghadapi disrupsi. Salah satu sektor yang tidak luput dari hantaman disrupsi adalah sektor usaha angkutan umum.
Kajian mendalam dari Inisiatif Strategis Transportasi (Instran) yang dilakukan selama periode April sampai Juli 2025, menemukan beberapa disrupsi yang mengakibatkan penurunan jumlah perusahaan angkutan umum swasta nasional dalam sedekade terakhir.
Pertama, era disrupsi oleh layanan transportasi digital, dimana taksi konvensional kalah bersaing dengan angkutan sewa khusus (ASK) dan ojek online (ojol) sejak pertengahan 2014.
Baca juga: Ancaman Ekonomi di Balik Rencana Perpres Ojol, Driver Minta Pemerintah Hati-Hati
Akibatnya, pada 2017, perusahaan taksi di Jakarta tinggal 10 persen atau 4 perusahaan dari 35 perusahaan sebelumnya akibat persaingan harga yang tidak seimbang.
Padahal, jumlah taksi di Jakarta sempat mencapai puncaknya pada 2013 dengan 27.239 unit yang dioperasikan oleh 35 operator.
Disrupsi teknologi diperparah dengan belum optimalnya pemerintah dalam mengatur dan mengawasi layanan transportasi berbasis aplikasi.
Apalagi, dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang membuka lebih banyak sektor strategis untuk investasi asing, membuat kompetisi usaha angkutan umum di Indonesia semakin ketat.
Baca juga: RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional
Sebelum adanya UU Cipta Kerja, regulasi mengenai penanaman modal asing (PMA) untuk angkutan taksi dibatasi maksimal 49 persen melalui Perpres No. 44 Tahun 2016.
Adanya UU Cipta Kerja yang diturunkan lewat Perpres No. 49 Tahun 2021 menjadikan sektor angkutan taksi salah satu sektor yang terbuka 100 persen bagi PMA.
PMA meningkat 29,4 persen dalam lima kuartal sejak diterbitkannya UU Cipta Kerja.
Beberapa perusahaan transportasi luar negeri semakin leluasa masuk ke Indonesia, seperti layanan taksi listrik Xanh SM (sekarang Green SM) dari Vietnam yang mulai beroperasi di Jakarta sejak Desember 2024.
Perusahaan taksi listrik asal Vietnam yang menggunakan mobil listrik VinFast itu menargetkan 10.000 armada dan 100.000 stasiun pengisian hingga 2027 di Indonesia.
Perusahaan bajaj roda tiga Maxride, afiliasi Bajaj Auto Limited asal India, juga mulai masuk ke Indonesia dengan model bisnis berbasis aplikasi dan kemitraan dengan pengemudi.
Melihat temuan kajian tersebut, Ketua Advokasi Instran, Yusa Cahya Permana menerangkan, angkutan umum seharusnya dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan sehat melalui pemetaan segmentasi pasar yang jelas.
“Pemerintah itu harus jelas dalam menetapkan segmentasi pasar. Sekarang ini betul-betul dilepas, segmentasinya tidak jelas, targetnya siapa, enforcement-nya bagaimana. Lalu, kriteria persaingan sehat itu apa,” ujar Yusa dalam diskusi publik bertajuk “Diskursus Dinamika Keterbukaan Investasi Pengusahaan Angkutan Umum” di Jakarta, Selasa, 16 Desember 2025.
Baca juga: Geser Raffi Ahmad, Ini Sumber Kekayaan Rey Utami yang Ditaksir Rp4,7 T
Tanpa pemetaan segmentasi pasar yang sehat, masuknya perusahaan angkutan umum asing berpotensi terus menggerus segmen usaha angkutan umum lokal.
Page: 1 2
Poin Penting Telkom resmi melepas bisnis dan aset Wholesale Fiber Connectivity tahap I ke anak… Read More
Poin Penting CIMB Niaga salurkan Green Financing USD18,5 juta kepada IKPT melalui skema syariah (sharia-green… Read More
Poin Penting BNI memperluas adopsi AI skala enterprise melalui kerja sama lanjutan dengan Cloudera Implementasi… Read More
Poin Penting Kemenkeu belum akan menambah penempatan dana pemerintah ke perbankan hingga akhir 2025 karena… Read More
Poin Penting Realisasi anggaran MBG mencapai Rp52,9 triliun hingga 15 Desember 2025, setara 74,6 persen… Read More
Poin Penting Belanja pemerintah pusat hingga November 2025 mencapai Rp2.116,2 triliun dari outlook APBN Rp2.663,4… Read More