Jakarta – PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance) menerapkan strategi mitigasi risiko yang matang. Hal ini sejalan untuk menjaga kualitas pembiayaan dengan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) di bawah 2 persen tahun ini.
Pelaksana Tugas Direktur Manajemen Risiko BRI Finance Ari Prayuwana mengatakan, dalam menekan NPF, perusahaan telah menerapkan manajemen risiko melalui dua pendekatan yaitu proses bisnis dan risk scoring system.
“Dengan berbagai upaya yang ditempuh melalui dua pendekatan tersebut, kami optimistis dapat menjaga kualitas pembiayaan dengan NPF lebih rendah dibandingkan dengan saat pandemi Covid-19. BRI Finance memproyeksikan NPF tetap di bawah 2 persen pada akhir tahun 2023,” ujar Ari dalam keterangannya dikutip 31 Agustus 2023.
Ari menjelaskan, pendekatan proses bisnis ditempuh perseroan melalui pengendalian internal terhadap setiap aktivitas perusahaan. Yaitu dengan menggunakan kebijakan dan prosedur sebagai pedoman setiap unit kerja dalam menjalankan kegiatan operasional.
Baca juga: Jurus BRI Finance Jaga Kualitas Pembiayaan di Tengah Risiko Industri yang Meningkat
Dalam kebijakan tersebut, BRI Finance menerapkan proses pembiayaan yang sehat, yang meliputi perencanaan sasaran pasar dan kriteria risiko yang dapat diterima sebagai panduan pre-screening calon debitur.
“Selanjutnya, wajib dilakukan penggalian informasi calon debitur yang memadai untuk setiap permohonan pembiayaan. Kemudian dilakukan analisis yang memadai untuk memastikan kelayakan calon debitur sebelum diberikan keputusan layak atau tidaknya diberikan pembiayaan,” jelasnya.
Sedangkan pendekatan Risk Scoring System merupakan kuantifikasi dari faktor-faktor karakteristik calon debitur yang dapat menyebabkan debitur menunggak. Pendekatan ini untuk menilai profil calon debitur secara individual. Infrastruktur yang digunakan dalam pendekatan ini adalah Credit Risk Scoring (CRS) yang telah diimplementasikan dalam proses bisnis BRI Finance secara digital.
“Pendekatan manajemen risiko ini, secara konsisten diperkuat dan diinternalisasi ke seluruh jajaran bisnis dan support sebagai guidance proses pembiayaan BRI Finance yang harus dipatuhi,” ucapnya.
Di sisi lain, lanjut Ari, agar upaya tersebut tidak mengganggu pertumbuhan kinerja yang berkelanjutan, BRI Finance memiliki komitmen penuh untuk menerapkan manajemen risiko secara komprehensif. Di mana secara esensi mencakup kecukupan kebijakan, prosedur dan metodologi pengelolaan risiko.
Dengan demikian kegiatan usaha BRI Finance terarah dan terkendali pada batasan risiko yang diterima dengan tujuan pertumbuhan bisnis tidak terganggu.
“Selain itu dalam memberikan pembiayaan, BRI Finance juga telah memiliki Financing Portfolio Guideline (FPG). Pedoman tersebut digunakan tenaga pemasar dan analis perseroan untuk melihat tingkat risiko calon debitur berdasarkan sektor ekonomi atau industri,” imbuhnya.
Adapun ditataran pengawasan terhadap implementasi strategi mitigasi risiko, perseroan secara konsisten menerapkan pilar Manajemen Risiko. Hal itu meliputi pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris, kecukupan kebijakan dan prosedur serta penetapan limit, proses manajemen risiko dan sistem informasi manajemen risiko, serta penguatan sistem pengendalian internal.
Baca juga: Strategi BRI Finance Pacu Pembiayaan Mobil Bekas
Selain itu, pengawasan dilakukan juga melalui penguatan pemimpin unit kerja sebagai risk leader. Upaya ini untuk memastikan setiap pekerja di dalam menjalankan aktivitas perusahaan akan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
“Selain penguatan terhadap pemimpin unit kerja, pengawasan juga dilakukan melalui monitoring portofolio dan performance setiap unit kerja secara rutin, sehingga dapat memantau risiko, melakukan upaya mitigasi risiko dan rencana tindaklanjut perbaikan,” kata Ari.
Dengan pengawasan dan implementasi yang baik dan terukur, BRI Finance semakin siap dalam menghadapi pasar serta tantangannya di masa pemulihan pascapandemi. Maka untuk menjaga kualitas pembiayaan, perseroan terus menerus berupaya meningkatkan produktivitas dan melakukan penguatan, baik terhadap Risk Management maupun AR Management.
“Upaya ini dilakukan melalui ekspansi bisnis secara selektif, melakukan penguatan fungsi collection, fungsi asset management, monitoring restrukturisasi dan tindakan lainnya untuk menjaga kualitas pembiayaan dan mengoptimalkan recovery,” pungkasnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra