Tekan Harga Bawang Putih, Indef Minta Surat Persetujuan Impor Diterbitkan

Tekan Harga Bawang Putih, Indef Minta Surat Persetujuan Impor Diterbitkan

Jakarta – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah, mempertanyakan penundaan penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ia menduga, penundaan penerbitan SPI bawang putih ini sebagai modus untuk mempermainkan harga bawang putih di pasaran yang berimbas terhadap masyarakat.

“Usut jika memang ada kesengajaan menunda impor bawang putih dengan tujuan menaikkan harga,” ujar Rusli dalam keterengannya di Jakarta, Minggu 4 Oktober 2020.

Saat ini, harga bawang putih di pasaran mulai merangkak naik mencapai Rp35 ribu per kilogram. Sementara importir mengeluhkan Surat Persetujuan Impor mereka yang tak kunjung dikeluarkan oleh Kemendag. Rusli menilai, pemerintah melalui Kemendag harus segera menerbitkan SPI bawang putih guna menekan harga di pasaran.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo pun menilai, keluhan dari sejumlah importir soal SPI bukan hal baru, karena adanya indikasi “ongkos politik”. “Itu berita lama. Kalau belum diberesin importir-importir yang harus bayar biaya-biaya politik, ya akan terus begini sampai kapan pun. Tanya saja Mentan, kan dia yang ngasih rekomendasinya. Lalu kan yang kasih izin impor mendag, tanya Mendag,” ucapnya.

Agus menegaskan, kebiasaan ini sangat mengganggu ekonomi dan menyalahi aturan. Dirinya menegaskan, impor bisa dilakukan saat kebutuhannya kritis, terlebih bawang putih termasuk komoditas yang harus diimpor dan berpotensi banyak barang ilegal. “Misal, pesennya 10 ton, datangnya 50 ton. Biasa itu, bukan hal aneh. Apalagi kalau mau deket-deket pilkada, deket-deket pemilu,” tuturnya.

Menurutnya, kebijakannya untuk impor itu harus ada ukuran yang jelas. Sehingga apa benar kita perlu impor, dan berapa jumlahnya. Sementara yang bisa mengeluarkan angka adalah Kementan, lalu merekomendasikan ke Kemendag.

“Misalnya, Kementan keluarkan data impor bawang putih untuk Indonesia barat berapa, timur berapa, tengah berapa. Gitu misalnya. Secara aturan kebijakan, tidak ada masalah itu. Cuma persoalannya siapa yag impor, ngapain banyak-banyak. Coba cari saja yang impor siapa, apa hubungannya dengan Mendag. Itu kan gampang. Saya sih tidak menuduh, tapi memang begitu caranya,” tandas Agus.

Sementara itu, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi menjelaskan, stok bawang putih yang beredar saat ini merupakan bawang putih legal. Pernyataannya ini sekaligus menampik kecurigaan sejumlah pihak yang mempertanyakan masih beredarnya bawang putih, di tengah belum diterbitkannya lagi SPI buat importir bawang putih.

“Itu mungkin stok yang memang masih ada, sehingga masih bisa memenuhi permintaan dalam negeri dan bisa menjaga harga yang reasonable,” ujarnya.

Sekalipun tak mencukupi, kata dia, sejatinya permintaan dalam negeri juga dipenuhi oleh produksi bawang putih lokal. “Tergantung sekali tidak, Indonesia masih memiliki produksi bawang putih. Memang kekurangan supply atas demand, kita impor. Nah, pemerintah harus bisa menjaga juga, jangan sampai jika banjir impor bawang putih harga akan jatuh. Akibatnya petani tidak ada insentif untuk berproduksi. Ini tidak boleh terjadi,” tuturnya.

Hanya saja, dirinya tak mau berkomentar banyak soal SPI yang tak kunjung terbit yang dikeluhkan sejumlah importir. Ia juga belum bisa memastikan kapan SPI untuk para importir bisa diterbitkan. “Dalam waktu dekat akan terbit,” ucapnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News