Oleh Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group
KEBIJAKAN “brutal” Donald Trump, Presiden Amerika Serikat (AS) tentang tarif diluncurkan 2 April 2025. Tidak hanya berlaku bagi 180 negara, tapi juga untuk Indonesia yang kena “palak” tarif 32 persen. Meski ekspor Indonesia ke AS hanya 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), tapi sesungguhnya serangan melingkar datang dari lawan utama dalam perdagangan AS, yaitu China. Lebih dag-dig-dug lagi, tarif Trump lahir di tengah “kebencian” pemerintah pada sektor keuangan yang terus dangkal, khususnya pada pasar modal. Sejatinya transmisi krisis bukan pengenaan tarif AS, tapi justru dari mitra dagang Indonesia, yaitu China yang berkorelasi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sementara pemerintah dinilai sense of crisis rendah. Liburan diperpanjang. Para pejabat belum secara langsung dan terbuka memberi arah jelas. Sikap Indonesia menghadapi reciprocal tariff atawa tarif Trump 32 persen terhadap Indonesia masih sebatas press release dari Kementerian Luar Negeri. Padahal, negara-negara lain, seperti China, Prancis, Italia dan Vietnam sudah bereaksi dengan membalas tarif resiprokal. Padahal, rupiah sudah “longsor” di angka Rp17.006 per dolar AS di pasar non-deliverable forward (NDF).
Baca Lengkap Seluruh Artikel dengan Berlangganan
- Free 4 Bulan Infobanknews Premium
- Durasi 1 Tahun
- Rp 416 / hari
- Free 2 Bulan Infobanknews Premium
- Durasi 6 Bulan
- Rp 461 / hari
- Free 1 Bulan Infobanknews Premium
- Durasi 3 Bulan
- Rp 466 / hari
- Durasi 1 Bulan
- Rp 500 / hari










