Bagi Indonesia, dua tantangan tersebut makin berat jika arus urbanisasi tak terbendung. Makanya, dari awal pemerintahan Joko Widodo mencanangkan pembangunan ekonomi dari pinggiran, dan keinginan itu pun terlihat dalam kebijakan fiskal.
Subsidi energi dialihkan ke subsidi nonenergi, seperti subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). Anggaran pembangunan infrastruktur dinaikkan untuk memperkuat infrastruktur dasar, ketahanan air, konektivitas, dan daya saing. Pada tahun fiskal 2017 pemerintah mengurangi belanja pemerintah pusat dan meningkatkan anggaran transfer ke daerah, termasuk dana desa naik. Pemerintah terus menaikkan anggaran dana desa dari Rp20,76 triliun pada 2015, Rp46,90 triliun pada 2016, dan Rp60 triliun pada 2017.
Besarnya dana desa itu harus bisa dimanfaatkan secara baik untuk menstimulasi kehidupan ekonomi di perdesaan dan menjadi insentif bagi 100 juta penduduk yang tersebar di 76.000 desa di Indonesia. Desa yang berkembang akan memberi kesempatan berbagai kegiatan produktif kepada masyarakatnya.
Selain dana desa, program KUR untuk membantu permodalan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tahun ini dianggarkan Rp120 triliun dan diprioritaskan ke sektor pertanian serta perikanan, yang notabene berada di perdesaan atau pesisir. Apabila UMKM, terutama sektor pertanian dan perikanan, dinilai bank sebagai sektor yang memiliki risiko tinggi, ada perusahaan penjaminan yang siap menyerap risiko atas kredit yang memanfaatkan skema penjaminan.
Wilayah perdesaan bisa menjadi basis kegiatan produktif di sektor pertanian, perikanan, maupun kreatif. Untuk kegiatan produktif, desa memiliki kelebihan berupa modal sosial sehingga kegiatan berwirausaha ongkosnya tak sebesar di kota besar.
Sedangkan, untuk kehidupan sehari-hari, desa menawarkan manfaat kesehatan yang lebih baik karena udara yang lebih bersih, irama hidup yang lebih teratur dan relaks, tidak perlu khawatir terisolasi karena dukungan teknologi dan telekomunikasi, serta transportasi yang makin mudah. Jadi, sesungguhnya desa memiliki daya tarik. Dan, apabila dikembangkan serta mampu menciptakan berbagai kesempatan untuk kegiatan-kegiatan produktif, maka penduduk desa tidak harus berbondong-bondong pergi ke kota besar. (^)
Penulis adalah Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia