Jakarta – Anak usaha Holding Perkebunan Nusantara III, yang beroperasi di Provinsi Riau, yakni PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V) berhasil membukukan laba bersih Rp1,52 triliun pada 2022. Angka itu mencapai 147,35% dari RKAP perseroan. Pencapaian laba PTPN V yang tertinggi sepanjang perseroan berdiri ini merupakan hasil transformasi yang dijalankan beberapa tahun belakangan.
Pencapaian ini juga membuat PTPN V mencetak rekor laba tertinggi dalam 3 tahun beruntun. Pada 2020, total labanya mencapai Rp417 miliar, lalu melonjak menjadi Rp1,3 triliun di akhir 2021. Kinerja laba PTPN V disokong oleh efisiensi dan produksi, serta kenaikan harga komoditas CPO.
Ada tangan dingin Jatmiko K Santosa di balik kesuksesan transformasi menyeluruh di PTPN V. Pria kelahiran Blitar ini menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) PTPN V sejak 2019. Ia terbilang sukses melakukan transformasi dan mengubah wajah PTPN V. Anak perusahaan pelat merah sebelumnya dipandang dengan stigma negatif akibat dari bisnis proses, model bisnis, dan kualifikasi SDM yang di bawah rata-rata SDM BUMN.
Sekarang PTPN V tengah menuju perusahaan 4.0, dengan melakukan transformasi digital dalam meningkatkan kapasitas SDM dan budaya perusahaan. Teknologi yang dimanfaatkan antara lain ERP, geospatial, internet of things, mobile apps, dan artificial interlligence (AI). Jatmiko menekankan pentingnya menciptakan value innovation bagi perusahaan, termasuk dengan mengurangi cost, dan meningkatkan value.
“Dulu ada stigma negatif. Tata kelola dianggap buruk. Maka culture PTPN V waktu itu banyak hal yang harus dibenahi. Corporate culture-nya kita benahi, ini menyangkut SDM juga. Dari fenoma iceberg (gunung es) yang ada di PTPN V, pertama saya harus siapkan orgranisasinya. Kemudian baru sambal jalan bagaimana memastikan perubahan ini menjadi culture dalam perusahaan,” papar Jatmiko ketika berbincang dengan Infobank di Jakarta, Senin, 6 Maret 2023.
Ketika menyiapkan perubahan, Jatmiko menyakini mendapatkan kepercayaan dari karyawan sangatlah penting. Tapi sebelum itu, ia harus mendapatkan buy in dari karyawan. Dalam artian karyawan harus menerima ide atau konsep perubahan yang akan dilakukan. Lalu melakukan benchmarking ke beberapa perusahaan lain baik BUMN maupun swasta. Setelah pesan perubahan disampaikan, barulah bisa mendapatkan kepercayaan dari karyawan. Dalam eksekusinya, bold reward and punishment juga diterapkan.
“Pertama, buy in-nya saya mesti dapat dulu. Sebuah transformasi besar tanpa buy in dari karyawan, akan sulit. Resistensi mungkin bisa dieleminasi ketika saya melakukan “tangan besi”. Tapi saya juga mesti gaining trust. Pertama, karena saya berpikir transformasi yang berkelanjutan. Kedua, saya menghadapi banyak hambatan. Kalau tidak mendapatkan trust dari karyawan, progressnya tidak akan secepat ini. Satu pesan sederhana saya ketika itu kepada semua karyawan, saya ingin seluruh karyawan PTPN V, tanpa terkecuali, hidup lebih sejahtera dengan cara yang halal,” ujarnya.
Jatmiko menegaskan, ia hanya minta tiga hal kepada semua karyawan PTPN V. Pertama, integritas. Kedua, semua aturan yang ada ditaati. Ketiga, jangan ada laporan palsu. Artinya, laporan yang disampaikan harus sesuai kondisi sebenarnya.
“Jadi saya sederhanakan saja. Karena kalau kita ngomong good corporate governance (GCG) kepada pekerja di lapangan, belum tentu mereka memahami. Bahasanya saya sederhanakan,” pungkasnya. (*) Ari Astriawan