Jakarta - Di tengah penyidikan kasus pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di bank pemerintah periode 2020–2024, nama Direktur Utama (Dirut) PT Allo Bank Indonesia Tbk atau Allo Bank, Indra Utoyo ikut terseret. Ia menjadi salah satu dari 13 orang yang dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepada Infobanknews, Indra mengonfirmasi bahwa pencegahan dirinya berkaitan dengan posisinya saat menjabat sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI pada 2017-2022.
“Betul mas, proses yang dilakukan KPK ini (pencegahan),” ujarnya, Rabu.
“Sejauh yang saya ketahui terkait dengan peran saya sebagai Direktur Digital dan IT BRI,” katanya lagi.
Baca juga: Mencuat Kasus EDC, Ini Daftar Direksi BRI 2020-2024
Meski demikian, Indra menyatakan akan tetap kooperatif dalam proses hukum yang sedang berlangsung.
“Kami hormati dan ikuti proses yang berjalan di KPK,” pungkasnya.
Rekam Jejak dan Prestasi di Allo Bank
Meski terseret dalam kasus EDC BRI, Indra Utoyo merupakan sosok bankir andal. Di bawah tangan dinginnya, Allo Bank mampu menjaga pertumbuhan bisnis. Bahkan, masuk dalam jajaran bank digital terbaik di Tanah Air.
Indra Utoyo diangkat jadi Dirut Allo Bank dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 19 Mei 2022 dan efektif menjabat per 9 Juni 2022. Sejak itu, berbagai capaian positif berhasil diraih oleh bank digital milik CT Corp ini.
Berdasarkan catatan Infobanknews, pada kuartal III-2022 atau tiga bulan setelah Indra menjabat, Allo Bank mencatat laba bersih setelah pajak sebesar Rp209 miliar dengan pendapatan usaha Rp530 miliar.
Total aset bank mencapai Rp10,60 triliun, dan rasio kecukupan modal (CAR) tercatat sebesar 78,4 persen.
Adapun setelah serangkaian rights issue dalam tahun 2021 dan 2022, posisi ekuitas pemegang saham Allo Bank tumbuh menjadi Rp6,32 triliun per akhir September 2022, menjadikan Allo Bank sebagai salah satu bank digital dengan permodalan paling baik di Indonesia.
Baca juga: Dirut Allo Bank Klarifikasi Pencegahannya oleh KPK Terkait Kasus Lama di BRI
Profitabilitas bank bersandi BBHI ini juga diikuti dengan pertumbuhan kredit dan kemampuan perseroan dalam menghimpun dana masyarakat.
Kredit yang tercatat Rp7,15 triliun, naik 226 persen secara tahunan.
Sementara itu, total dana pihak ketiga (DPK) tembus Rp4,07 triliun, tumbuh 92 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Penopang pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan simpanan tabungan sebesar 148 persen menjadi Rp257,02 miliar.
Laba Naik, Kredit Tumbuh, Simpanan Meningkat
Setahun berikutnya, Allo Bank yang dipimpin Indra mampu mengerek laba bersih setelah pajak (diaudit) meningkat 64 persen year-on-year (YoY) dari Rp270 miliar pada 2022 menjadi Rp444,5 pada 2023.
Raihan laba tersebut didorong oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) Rp1,04 triliun pada 2023, tumbuh 65,29 persen YoY dari sebelumnya Rp627,23 miliar pada 2022.
Dari sisi intermediasi, Allo Bank kala itu berhasil menyalurkan kredit senilai Rp7,39 triliun sepanjang 2023, naik 2,5 persen YoY.
Walhasil, aset bank ikut terkerek naik 15,3 persen menjadi Rp12,75 triliun dari sebelumnya Rp11,06 triliun pada 2022.
Pada 2024, raihan laba Allo Bank juga naik, meski nilainya tak terlalu besar.
Tercatat, laba bersih pada 2024 sebesar Rp467,1 miliar, naik 5,07 persen YoY dari Rp444,5 miliar pada 2023.
Pertumbuhan laba bank digital milik konglomerat Chairul Tanjung ini dikontribusikan dari pendapatan bunga bersih, naik menjadi 11,88 persen YoY menjadi Rp1,48 triliun.
Baca juga: Intip Profil Bos Allo Bank Indra Utoyo yang Tersandung Kasus EDC BRI
Dari sisi intermediasi, Allo Bank menyalurkan kredit Rp 7,48 triliun pada 2024, naik 1,25 persen YoY dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini didorong pertumbuhan terutama di segmen retail banking.
Di sisi dana pihak ketiga (DPK), Allo Bank mencatat pendanaan sebesar Rp6,09 triliun, dengan produk Allo Grow yang tumbuh tiga kali lipat dalam hal total saldo sepanjang tahun lalu.
Kuartal I 2025, Laba dan Kredit Tetap Tumbuh
Beranjak ke kuartal I-2025, PT Allo Bank Indonesia Tbk (Allo Bank) membukukan laba bersih setelah pajak Rp113 miliar, tumbuh 2 persen YoY.
Perseroan juga mencatat pendapatan operasional yang naik sebesar 32 persen YoY menjadi Rp387 miliar.
Peningkatan ini ditopang oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih dan pendapatan berbasis biaya (fee based income).
Pendapatan bunga bersih tumbuh 19 persen YoY menjadi Rp312 miliar, ditopang oleh pertumbuhan kredit di tengah kondisi ekonomi makro yang penuh tantangan.
Dari sisi intermediasi, kredit yang disalurkan Allo Bank tercatat Rp6,95 triliun per kuartal I 2025. Angka ini didorong pertumbuhan terutama di segmen Retail Banking.
Fokus Digital dan Ekosistem, Nasabah Tembus 12 Juta
Indra Utoyo mengatakan, meskipun tantangan makroekonomi masih besar, Allo Bank tetap mencatatkan pertumbuhan yang kompetitif. Jumlah nasabah mencapai 12 juta per April 2025.
Baca juga: KPK Sita Rp5,3 M dan Deposito Rp28 M dalam Kasus EDC BRI 2020-2024
Menurutnya, pertumbuhan itu merupakan kelanjutan dari momentum positif pada 2024.
“Berdasarkan kinerja tahun 2024, Allo Bank mampu menebar dividen tunai untuk pertama kalinya dalam sejarah Bank sebesar Rp233,4 miliar atau 50 persen dari laba bersih Bank pada tahun tersebut,” ujarnya.
Indra menambahkan, sepanjang 2025, Allo Bank menjalankan model bisnis Hibrida yang mengintegrasikan segmen Retail dan Wholesale untuk pertumbuhan optimal.
“Kebutuhan nasabah segmen Retail dan Wholesale dalam bertransaksi pada era digital adalah prioritas utama Bank dalam menciptakan produk dan layanan berbasis digital yang inovatif serta memberikan kemanfaatan ekonomi tidak hanya bagi Bank, tetapi juga bagi nasabah,” jelas Indra.
“Bank akan mengutamakan aktivitas berbasis digital (digital first) dan integrasi layanan finansial dengan ekosistem mitra (ecosystem first) dalam rangka menjalankan bisnis Bank,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra










