Susut 58,6 Persen, Pembiayaan Utang RI per September 2023 Capai Rp198,9 T

Susut 58,6 Persen, Pembiayaan Utang RI per September 2023 Capai Rp198,9 T

Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebutkan realisasi pembiayaan utang pemerintah mencapai Rp198,9 triliun per September 2023. Angka tersebut menurun 58,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

“Dibandingkan tahun lalu, kita mengalami penurunan yang sangat tajam dari pembiayaan utang. Tahun lalu sampai dengan September itu kita pembiayaan utangnya mencapai Rp480 triliun. Ini turun drop 58,6 persen,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Rabu 25 Oktober 2023.

Bahkan, Sri Mulyani mengatakan, realisasi pembiayaan utang hingga September 2023 masih lebih rendah dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN tahun anggaran 2023 yang sebesar Rp696,3 triliun.

“Sampai dengan September, realisasinya sebetulnya masih sangat kecil. Pembiayaan utang kita sebesar Rp198,9 triliun. Ini artinya kita baru merealisir 28,6 persen dari alokasi pembiayaan utang yang ada dalam UU APBN,” ujar Menkeu.

Bendahara negara ini pun merinci, pembiayaan utang terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp181,4 triliun per September 2023 atau terealisasi 25,4 persen dari target APBN 2023. Ini mengalami penurunan sebesar -61,5 persen dari realisasi periode yang sama pada 2022 yang sebesar Rp470,9 triliun.

Sementara itu, realisasi penarikan pinjaman bilateral maupun multilateral, tercatat sebesar Rp17,4 triliun, naik 83,1 persen secara tahunan dari Rp9,5 triliun pada September 2022.

Sebelumnya, defisit APBN pada 2023 diperkirakan akan mencapai 2,3 persen, lebih rendah dari perkiraan awal 2,84 persen. Hal ini dikarenakan penerimaan negara dari pajak, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lebih tinggi.

Di sisi lain, Kemenkeu akan mengupayakan defisit APBN lebih rendah dari 2,3 persen hingga akhir tahun. Meskipun, penyediaan surat utang pemerintah akan dijaga agar mampu mengelola dinamika yang cenderung meningkat di pasar keuangan dan pasar surat berharga.

“Kami juga sekarang meningkatkan kewaspadaan karena tadi yang saya sampaikan, pasar SBN atau bond di level global mengalami dinamika dan volatilitas yang cukup tinggi sehingga kami juga harus sangat hati-hati dalam mengelola utang, terutama penerbitannya dikaitkan dengan outlook defisit kita,” pungkasnya.

Di samping itu, Kemenkeu akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia di tengah situasi global yang melonjak dan tekanan terhadap berbagai indikator, seperti nilai tukar maupun suku bunga acuan. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News