Ilustrasi tabungan nasabah. (Foto: Istimewa)
Jakarta – Fenomena makan tabungan (mantab) masih terus berlangsung dalam beberapa waktu terakhir. Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) bahkan mencatat tabungan masyarakat masih tergerus, meskipun pendapatan meningkat.
Dzulfian Syafrian, Chief Economist Perbanas memaparkan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), pendapatan rill nasional meningkat dari 0,98 persen di tahun 2023, menjadi 1,95 persen pada 2024.
Jika dirinci, masing-masing dari kelompok menengah bawah dan kelompok bawah mengalami pertumbuhan pendapatan rill sebesar 14,25 persen dan 26,18 persen secara year on year (yoy).
Hanya kelompok menengah atas yang mengalami kontraksi pendapatan sampai dengan -3,29 persen.
Namun begitu, Dzulfian mengingatkan, bahwa pertumbuhan pendapatan di 2024 banyak diperoleh dari bantuan sosial (bansos) dan subsidi pemerintah.
Baca juga: Ramai Fenomena Makan Tabungan, Permata Bank Santai Transaksi Nasabahnya Aman
“Pertumbuhan pendapatan masyarakat, khususnya ini kelas menengah bawah dan kelas bawah, banyak ditopang oleh subsidi dari pemerintah. Tapi ini kan tidak sustain. Karena biasanya, polanya etika tahun politik selesai, itu subsidi ditarik,” imbuh Dzulfian di agenda Kelas Jurnalis Perbanas, Rabu, 20 Agustus 2025.
Kata Dzulfian, peningkatan pendapatan ini tidak berjalan beriringan dengan kenaikkan jumlah tabungan. Malah, rerata tabungan masyarakat di kuartal II 2025 ini menyentuh angka Rp14,5 juta, terendah dalam 7 tahun terakhir.
“Nominal yang ada di rekening kecil, yakni di bawah Rp100 juta, itu juga turun. Dari Rp3,1 juta di tahun 2018, turun menjadi terakhir di kuartal II 2025, tersisa rata-ratanya menjadi Rp1,7 juta,” tambah Dzulfian.
Menurut Perbanas, penurunan tabungan tersebut karena masyarakat memindahkan tabungan ke layanan finansial selain bank, seperti e-wallet. Dengan demikian, data jumlah simpanan masyarakat juga perlu diintegrasikan dengan data e-wallet yang digunakan orang-orang.
Tetapi, ada juga potensi mantab yang terjadi karena tabungan masyarakat digunakan untuk sesuatu yang negatif. Beberapa kemungkinan, Kata Dzulfian, meliputi pembayaran utang pinjaman online (pinjol) ilegal atau malah judi online (judol).
Baca juga: Survei Bank Indonesia: Konsumsi Masyarakat Meningkat, Tapi Cenderung Makan Tabungan
“Mungkin juga (tabungan) larinya ke pinjol, itu bisa kita sinkronkan juga datanya. Atau bahkan judol, yang lebih gelap lagi wilayahnya. Itu yang musti kita ketahui juga datanya. Tapi, kalau dalam perspektif rekening di LPS, ‘mantab’ ini terus terjadi sih,” ungkapnya.
Ke depan, Dzulfian berharap data-data yang berkaitan dengan fenomena “mantab” bisa lebih lengkap dan mendetail. Ini dilakukan agar bisa mengetahui secara jelas ke mana aliran uang masyarakat lari, dan bagaimana solusi pencegahannya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More