Jakarta – DBS Bank Ltd (Bank DBS) bersama Bloomberg melakukan survei bertajuk Catalysts of Sustainability kepada lebih dari 800 UKM di Indonesia, Singapura, Tiongkok, Taiwan, Hongkong, dan India untuk melihat tren sustainability pada masing-masing negara. Dari data itu menunjukkan sebanyak 99% UKM di Indonesia melihat environmental, social, governance (ESG) sebagai prioritas di bisnis mereka.
Hasil survei Indonesia tersebut, masih jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata skor di perusahaan Asia yang sebesar 83%. Meski begitu, sebanyak 59% UKM di Indonesia masih menemui hambatan dalam proses penyeimbangan ESG dengan pertumbuhan dan transisi operasi bisnis.
Kemudian, masalah pendanaan dan teknis pengarahan adalah beberapa hal krusial yang dibutuhkan perusahaan saat mengimplementasikan ESG. Terlepas dari berbagai tantangan yang ada, pemimpin bisnis dan pengambil keputusan tetap merespon positif pengadopsian aspek sustainability di sektor bisnis.
Group Head SME Banking, Bank DBS, Joyce Tee, menyadari bahwa UKM di Indonesia masih menghadapi banyak rintangan, terutama saat bertransisi menjadi bisnis yang berkelanjutan. Sehingga, DBS siap membantu UKM dalam menjalani proses dekarbonisasi dengan pendanaan, dan menjadi penasihat sehingga mereka dapat terhubung ke dalam ekosistem yang tepat di seluruh Asia.
“Komitmen Bank DBS untuk mendukung proses transisi tersebut sejatinya didasari atas 87% suara UKM Indonesia yang merasa bahwa pendanaan ESG dari institusi keuangan atau bank merupakan salah satu pengaruh terbesar UKM tergerak mengadopsi ESG. Bank DBS sendiri menempati urutan keempat teratas sebagai bank regional yang memberikan produk atau layanan yang sejalan dengan ESG,” ucap Joyce.
Adapun, berdasarkan survei, ditemukan adanya peningkatan aspirasi UKM untuk mendapatkan pengarahan, dukungan, saran, dan teknis lainnya dari bank melalui kepemimpinan, seminar, dan konsultasi lainnya mengenai pengalaman di dalam menjalani ESG. Sebagai tambahan, 79% UKM Indonesia membutuhkan akses best practices dari rekan kerja dan perusahaan lain untuk memberikan dorongan untuk bisa mengadopsi ESG.
Diketahui juga, faktor lingkungan (environmental) memberikan dampak yang begitu dahsyat terhadap tren industri. Walaupun demikian, jika disandingkan dengan faktor sosial (social) dan tata kelola perusahaan (governance), keduanya memiliki pengaruh yang sedikit lebih besar dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Di samping itu, tiga dari empat pelaku usaha merasa bahwa pengaruh rantai nilai global seperti vendor, pemasok, dan pelanggan menjadi motivasi penting untuk mengadopsi ESG. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra