Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai, ada permasalahan utama yang dihadapi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang berimbas pada upaya mengejar target pajak. Persoalan itu adalah sulitnya DJP mendapatkan akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) demi kepentingan pajak.
“Bayangkan, DJP setengah mati untuk mendapatkan akses informasi E-KTP, dan NIK. Mana supporting system oleh negara. DJP tidak boleh dibiarkan sendirian dalam upaya memungut pajak,” ujar Misbakhun di Kantor DJP, Jakarta, Rabu, 11 Juli 2018.
Menurutnya, DJP seharusnya menjadi lembaga yang paling kuat dengan memiliki big data. Baik berupa nama, alamat, nomor telepon, KTP, KK, penghasilan dan sebagainya. Namun demikian, kata dia, hal itu belum sepenuhnya terwujud. “Sekarang DJP menghadapi problem administrasi, siapa yang menyelesaikan?” ucapnya.
Baca juga: DJP: Wacana Pajak Laba Ditahan Masih Tahap Awal
Merujuk teori welfare state atau negara kesejahteraan maka saat ini negeri yang paling makmur di dunia bukan Amerika Serikat (AS) tapi Denmark. Hanya saja, negara di kawasan Skandinavia itu memang menerapkan pajak tinggi. “Anda mau seperti Denmark, punya gaji Rp100 juta, tapi diserahkan Rp65 juta kepada negara? Anda pulang hanya bawa gaji Rp35 juta,” jelasnya.
Namun ada hal yang bisa dicontoh dari Denmark. Warga Denmark rela menyerahkan 65 pesen dari penghasilan mereka kepada negara dan tak menghadapi problem tentang nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan sebagainya. Karena itu, Misbakhun mengajak semua kalangan untuk lebih sadar akan pajak. Dengan membayar pajak, maka akan membuat Indonesia makin maju dan kuat.
“Kalau anda mengakui kemerdekaan Indonesia dan sadar bahwa kedaulatan negara ini diraih dengan perjuangan, maka kita juga akan berjuang bagaimana membuat negara ini berdaulat dengan membayar pajak. Negara ini tidak akan terhormat kalau Anda masih berutang. DJP kuat, negara kuat, Indonesia berdaulat,” tutup Misbakhun. (*)