Suku Bunga Hingga Operasi Pasar Masih jadi Andalan BI Jinakan Inflasi

Suku Bunga Hingga Operasi Pasar Masih jadi Andalan BI Jinakan Inflasi

Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut inflasi masih akan menjadi salah satu tantangan utama perekonomian global pada 2023. Namun BI meyakini di Indonesia akan mulai mereda. Tahun ini BI menargetkan inflasi bisa dijaga di bawah 4%.

Dalam Bank Indonesia Annual Investment Forum 2023 yang digelar di Bali, 26-27 Januari 2023, Perry mengatakan ada 3 respon yang dilakukan BI untuk menjinakkan inflasi. Pertama, melalui penyesuaian tingkat suku bunga BI 7-Days Reverse Repo Rate. Terhitung sejak Agustus 2022, BI sudah menaikan suku bunga hingga 225 bps ke level 5,75%.

“Walaupun kita tahu ketika inflasi ini disebabkan kenaikan harga BBM. Tapi kita perlu me-manage ekspektasi inflasi. Bandingkan saja consensus forecast pada September dan Desember tahun lalu. Pada September consensus forecastnya 6,3%. Consensus forecast pada Desember sekitar 5,6%. Kenapa? karena pasar percaya, bank sentral tidak main-main,” ujar Perry, Kamis, 26 Januari 2023.

Kedua, stabilisasi nilai tukar rupiah untuk memitigasi imported inflation atau kondisi inflasi yang bersumber dari luar negeri. Itu pula yang menyebabkan depresiasi nilai tukar rupiah tahun lalu menjadi salah satu yang terendah. Dan rupiah tahun ini mulai terapresiasi. Imported inflation ini didorong tingginya harga energi dan pangan.

Ketiga, ini cukup spesial, khususnya bagi negara ekonomi kecil atau negara berkembang yang harus menghadapi wilayah yang luas dan beragam. Harga pangan tidak bisa dihadapi dengan suku bunga. Perry mencontohkan, tinggi suku bunga harus dinaikan untuk menghadapi inflasi yang dipicu harga energi atau pangan. Di Indonesia harga pangan meyumbang hampir 20% terhadap customer price index (CPI).

“Maka kita melakukan inovasi bersama dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Melakukan respon langsung dengan operasi pasar. Kami mobiliasi 46 kantor cabang untuk bekerjasama dengan pemerintah daerah melakukan operasi pasar. Food inflation yang disebabkan oleh harga beras, cabai, bawang, telur, dan sebagainya tidak bisa adressed lewat suku bunga. Cara terbaiknya adalah dengan menjual beras, cabang, telur dan sebagainya. It’s done. Food inflation kami turun dari 10,3% di September menjadi 5,7% pada Desember 2022. Intervensi langsung. Kita punya operasi moneter melalui suku bunga dan nilai tukar, serta operasi pasar. Trust me it works,” tutur Perry.

Di samping itu, Perry menyebut, tantangan terbesar akan ekspektasi inflasi adalah adanya potensi kenaikan harga energi. Pasalnya, kenaikan harga minyak, terutama bisa melebihi asumsi dasar seperti yang disepakati dalam APBN, akan mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam membiayai subsidi. (*) Ari Astriawan

Related Posts

News Update

Top News