Jakarta – Suku bunga acuan Bank Indonesia terus mengalami peningkatan yang agresif, yakni sudah berada pada level 5,25%. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dinilai sebagai salah satu sektor yang akan terdampak terhadap kenaikan suku bunga acuan tersebut.
Chief Economist PermataBank Josua Pardede mengatakan, bahwa transmisi suku bunga terhadap suku bunga perbankan akan terdapat waktu penyesuaiannya yang bervariasi tergantung dengan likuiditas bank itu sendiri.
“Bank-bank dengan likuiditas yang cukup baik tentunya transmisinya lebih lama lebih panjang dan juga besarannya pun juga tidak akan sebesar kenaikan suku bunga BI,” jelas Josua, Senin, 5 Desember 2022.
Menurutnya, secara teoritikal dan histori bahwa pada saat BI menaikkan suku bunga, biasanya tidak akan langsung berdampak pada kenaikan bunga perbankan. Artinya baru akan ada kenaikan dan penyesuaian suku bunga bank yang cukup signifikan itu pada kuartal II-2023.
“Dampaknya kepada KPR kita perlu cermati bahwa ini tidak berlaku untuk yang eksisting, makanya yang sudah menarik KPR sebelumnya biasanya kan dua tahun pertama itu masih fixed rate, jadi ini artinya gak akan mempengaruhi juga buat masyarakat yang sudah menrik ataupun mengambil KPR tadi yang masih dalam periode fixed rate,” jelasnya.
Dirinya mencontohkan, pada saat BI menaikan suku bunga di 2013 dan 2018 lalu perilakunya sedikit berbeda. Pada tahun 2013 saat terjadi taper tantrum dan juga BI menaikan suku bunganya, perbankan langsung menyesuaikan suku bunganya. Tetapi, saat BI menaikan suku bunganya pada 2018, perbankan justru tidak menaikan suku bunga dan justru menurunkan suku bunganya.
“Jadi itu nanti akan bergantung lagi kepada kondisi likuiditas dan risk appetite dari perbankan sejauh mana. Kalau misalnya likuiditasnya aman, longgar dan juga risk appetite-nya masih cukup baik itu penyesuaianya bisa lebih lama dan besaran kenaikannya bisa lebih rendah dari suku bunga BI,” ungkap Josua. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra