Oleh Eko B. Supriyanto, Chairman InfoBank Media Group
AKHIRNYA kasus dugaan korupsi karena unrealized loss BPJS-Ketenagakerjaan akhirnya terang benderang. Hampir dua tahun kasus itu telah menyandera direksi (lama) BPJS-TK, dan tuduhan korupsi itu, jujur telah menjadi “hantu” bagi BPJS-TK maupun lembaga investasi lain.
Tuduhan korupsi atau merugikan Negara dalam aktivitas jual beli saham menjadi “hantu” menakutkan. Karena, jika harga saham sedang turun, dituduh korupsi adalah alasan masuk akal para bos-bos BUMN mengurangi portofolio saham. Tak terkecuali di BPJS-TK sendiri setelah unrealized loss dituduh korupsi yang merugikan Negara. Paling tidak bisa dilihat dalam penurunan portofolio saham selama tahun 2020-2022.
Setelah gonjang ganjing unrealized loss sebagai korupsi seperti yang dituduhkan sebelumnya, kini tidak lagi. Kasusnya dihentikan. Kejaksaan Agung RI mengeluarkan Surat Penghentian Perkara (SP3) pada tanggal 23 September 2022. Salinan SP3 yang diterima Infobanknews.com ada dua poin penting.
Bunyi suratnya (1) Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan pada beberapa perusahaan periode tahun 2016-2020 berdasarkan surat perintah penyidikan direktur penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-02/Fd.2/01/2021 tanggal 14 Januari 2021. (2) Bahwa berdasarkan hasil penyidikan, penyidik berpendapat perkara tersebut bukan perkara tindak pidana korupsi dan telah dilakukan penghentian penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penghentikan Penyidikan Direktur Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor;19/Fd.02/09/2022 tanggal 22 September 2022.
Surat tertanggal 27 Oktober 2022 itu ditandatangani oleh Kuntadi atas nama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Direktur Penyidikan. Jadi, dengan terbitnya SP3 tersebut maka kasus unrealized loss tidak lagi menjadi hantu. Atawa SP3 kasus potensial loss ini menjadi preseden baik bagi dunia investasi.
Kendati dinilai terlambat dalam mengeluarkan SP3 ini, namun lebih baik terlambat dari pada tetap menjadi misteri dan terus menjadi “hantu bergentayangan.” Anda bisa bayangkan! BPJK-TK merupakan market leader di pasar modal Indonesia. Jika unrealized loss dianggap korupsi maka siapa yang berani melakukan aktivitas saham. Hal ini dipahami.
Sejak awal Infobank Institute tidak sependapat bahwa unrealized loss ini sebagai tindak korupsi. Tuduhan yang didasarkan laporan masyarakat ini sepertinya dipaksakan. Ada udang dibalik “rempeyek” kalau menggunakan kata pelawak Srimulat. Entah apa tujuan “Sang Pelapor” dan entah mengapa pula Jaksa Agung langsung gerak cepat menyebut kerugian Negara yang tidak ada tersangkanya.
Apakah menyangkut persaingan pribadi dalam pemilihan direksi BPJS-TK (pengurus lama periode 2016-2021). Atau, karena Kejaksaan Agung “terpukau” dengan besarnya unrealized loss – yang dianggap lebih besar dari Jiwasraya atau kasus Asabri? Entahlah. Pada waktu itu (awal tahun 2021), Kejaksaan Agung RI membuat pernyataan bombastis dengan mengungkap kerugian Negara sebesar Rp43 triliun. Selanjutnya berubah-ubah kerugian negaranya.
Menurut data, Agustus-September 2020 BPJS Ketenagakerjaan (BPJK-TK) mengalami unrealized loss hingga mencapai Rp43 triliun. Lalu, pada akhir Desember 2020 angkanya turun menjadi Rp22,31 triliun, dan pada posisi Januari 2021 unrealized loss tinggal Rp14,42 triliun. Bahkan, sampai dengan tulisan ini dibuat dapat dipastikan potensi kerugian bisa naik dan bisa turun, tergantung harga saham di pasar modal yang menjadi portofolio BPJS-TK.
Unrealized Loss Bukan Lagi Hantu
Infobank Institute menilai penghentikan perkara BPJS-TK ini dinilai tepat. Sudah benar. Sekilas seperti diungkap oleh Mikail Mo dan Arunika Lourensia dalam artikel yang ditulis di Infobannew.com dan Roy Sambel dalam media yang sama di tahun 2021 lalu. Para penulis tidak ada alasan kasus unrealized loss dijadikan sebagai tindak korupsi. Penurunan nilai saham semata-mata karena harga sahamnya turun. Namanya pasar saham, kadang naik yang kadang turun.
Menurut kajian The Asian Institute for Economic and Capital Market, ada beberapa hal yang mendasar. Mengapa unrealized loss bukanlah tindak korupsi. Penurunan saham sesuatu yang normal dan menjadi risiko bisnis. Ada sembilan hal penting yang dicatat waktu itu (Januari 2021).
Satu, saham yang dibeli BPJS-TK masuk dalam kategori saham elite, yaitu LQ45. Jika toh ada yang tidak termasuk saham LQ45, minimal pernah menjadi saham penghuni LQ45. Sementara, saham-saham yang dikantongi Jiwasraya (PCAR, LCGP, POLA, dan TRAM) dan Asabri (MYRX, POLA, POOL, dan IIKP) lebih banyak berupa saham kualitas rendah.
Dua, saham baru yang dibeli setidaknya mempunyai nilai kapitalisasi pasar minimal Rp3 triliun dengan syarat oversubscribe minimal dua kali saat penawaran. Juga, saham yang beredar sebesar 20% — sehingga tidak mudah masuk golongan saham mudah diatur atau gorengan. Lihat saja, portofolio saham di Jiwasraya dan Asabri – seperti diberitakan di media, banyak yang masuk kelompok saham “gorengan”.
Tiga, untuk penempatan di reksa dana, seperti diungkapkan oleh seorang MI, tidaklah mudah. Diketahui, BPJS-TK sangat selektif dalam melakukan pemilihan MI dengan melakukan scoring dan grading terhadap MI dan reksa dana yang dikelola. Hanya MI yang kredibel dengan dana kelolaan di atas Rp1,5 triliun. Itu berakibat tidak ada penambahan MI yang bekerja sama dengan BPJS-TK. Hal yang sangat berbeda dengan yang terjadi di Jiwasraya dan Asbari.
Empat, aset alokasi juga sangat berbeda. Di BPJS-TK, saham dan reksa dana hanya 23,58% di akhir 2020 lalu. Sementara, di Jiwasraya pada 2019 sebesar 81,5%, dan pada 2020 aset alokasi Asabri ke saham dan reksa dana membesar menjadi 62,43% dari 45,85% pada 2019.
Lima, di BPJS-TK tidak ada jejak dari pihak-pihak yang membuat kerugian di Jiwasraya dan Asabri. Misalnya, melibatkan saham gorengan dan MI kelas “penggoreng”. Pernah ada (tahun 2016), BPJS-TK melakukan penolakan atas pembelian saham PT Hanson International (MYRX). Alasannya, karena tidak masuk kriteria MI yang dipersyaratkan, seperti analisis fundamental, review risiko yang tinggi, dan reputasi.
Enam, BPJS-TK mempunyai internal scoring yang lebih prudent dibandingkan dengan Jiwasraya dan Asabri. Misalnya, pemilihan bank dalam penempatan deposito, ada faktor kuantitatif, seperti profitabilitas (ROA, ROE, dan NIM), capital adequacy ratio (CAR), loan to deposit ratio (LDR), dan sudah tentu non performing loan (NPL) yang sehat.
Bahkan, tidak semua bank pembangunan daerah (BPD) masuk kriteria untuk penempatan deposito. Diketahui, penempatan deposito BPJS-TK terkonsentrasi di bank-bank BUMN, dan tentu suku bunganya rendah. Intinya tidak sembarang bank bisa mendapatkan penempatan deposito dari BPJS-TK.
Tujuh, kondisi solvabilitas Jaminan Hari Tua (JHT), BPJS-TK sangat solvable dengan angka 95,92%. Sedangkan di Jiwasraya dan di Asabri risk based capital (RBC) negatif.
Delapan, BPJS-TK menerapkan fee lebih kecil daripada Jiwasraya dan Asabri. BPJS-TK menerapkan fee bagi MI hanya 1%, sementara Jiwasraya dan Asabri sekitar 2%-4% sesuai pasar. Dari kenyataan ini, BPJS-TK terbukti lebih efisien.
Sembilan, pihak pengawas, seperti OJK, BPK, KPK, DJSN, dan KAP, sejauh ini tidak ada hal yang menyimpang. Dalam kaitan itu, OJK paling tidak bisa memberi pendapat sebagai pengawas – bahwa unrealized loss bukanlah tindakan pidana, melainkan murni bisnis – karena business judgment.
Nah, jika potensi kerugian, atau kerugian yang belum dibukukan, masuk ranah merugikan negara, maka pasal ini akan menakutkan bagi semua pihak yang mengurus investasi. Padahal, jika rugi akibat risiko bisnis semata, tentu tidak masuk ranah pidana. Untung dan rugi biasa dalam bisnis. Saham naik, dan saham turun juga hal yang jamak di pasar modal. Infobank Institute sangat kawatir tuduhan korupsi ini akan menyurutkan gairah investasi di pasar saham BPJS-TK yang selama ini menjadi market leader.
Apalagi, menurut data Infobank Institute, selama periode 2016-2022, kontribusi pendapatan dari saham dan reksa dana yang menjadi pilihan investasi BPJS-TK menghasilkan angka yang relatif besar. Berdasarkan data yang diambil dari media, hasil investasi bruto selama lima tahun terakhir 2016-2020 sebesar Rp137,2 triliun (saham) dan Rp33 triliun (reksa dana).
Lebih lanjut jika memperhatikan sembilan hal penting itu, unrealized loss di BPJS-TK tidaklah sama dengan apa yang terjadi di Jiwasraya dan Asabri. Tampak serupa, tapi jelas tidak sama, karena isi saham yang menjadi portofolio BPJS-TK yang kini mengelola dana investasi Rp486,38 triliun ini kualitas bagus (LQ45). Bukan saham “kaleng-kaleng”.
Apakah ada dampak dari tuduhan unrealized loss terhadapa portofolio BPJS-TK? Boleh jadi ada, tapi boleh jadi tidak. Namun jika memperhatikan portofolio BPJS-TK sekarang ini. Posisi September 2022, seperti yang dilaporkan ke Komisi IX DPR RI (15 November 2022), bahwa portofolio saham turun sejak tahun 2020 hingga September 2022. Pada tahun 2020 portofolio saham 15,48%, tahun 2021 turun lagi menjadi 11,03% dan kempis menjadi 10,80% di September 2022.
Itu tidak memasukan rekda dana. Menurut data yang sama dana kelolaan BPJS-TK per September 2022 mencapai Rp607,51 triliun, atau naik 16,3% dari year on year. Hasil investasi mencapai Rp29,91 triliun, atau naik 19,18% selama setahun ini. Iti artinya, return on invesment (ROI) BPJS-TK sebesar 6,87% masih lebih tinggi dari target (RKAT) sebesar 6,55%.
Di sisi lain Index Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mendaki dari 6.581 di tahun 2021 menjadi 7.040 di September 2022. Atau naik, 6,98%. Sementara LQ45 yang menjadi portofolio saham BPJS-TK naik menjadi 1.011 (September 2022) dari 931 pada akhir tahun 2021. Kenaikan index LQ45 mencapai 8,60%.
Boleh jadi — jika tidak ada hantu unrealized loss bisa jadi BPJS-TK akan lebih menikmati yield lebih tinggi di tengah suku bunga deposito yang turun dalam periode 2020-2022. Atau, juga imbal Surat Utang Negara (SUN) yang juga landai. Bisa jadi akan di atas 6,87%. Namun demikian langkah yang diambil oleh BPJS-TK lebih bijak hingga persoalan menjadi sangat jelas. Dan, kini SP3 unrealized loss sudah lebih terang benderang. Tidak gelap lagi.
Lebih jauh dengan adanya SP3 tentu BPJS-TK — bisa jadi akan kembali menjadi market leader. Namun tentu bukan berarti akan tanjam gas, tetap perlu hati-hati dengan tetap berpihak pada pedoman alokasi aset yang prudent. Tetap pada saham-saham dengan fundamental yang kuat dengan likuiditas yang juga baik.
Dan, yang lebih penting dari itu unrealized loss tidak lagi menjadi hantu. Langkah SP3 kasus unrealized loss BPJS-TK dinilai sudah sesuai, dan akan menjadi “doping” bagi dunia investasi. Selain itu – tentu SP3 ini akan membersihkan nama-nama direksi BPJS-TK periode lalu — yang sudah disandera selama hampir dua tahun. Meski tidak ada nama-nama yang disebut dalam kasus unrealized loss BPJS-TK ini.
Itu yang harus diputihkan. Adanya SP3 ini telah memberi “benteng” bagi pengelolaan investasi BPJS-TK dan lembaga-lembaga lainnya. Pelajaran penting, janganlah “Gedung Bundar” cepat memainkan kata-kata merugikan Negara. Apalagi kalau toh itu benar hanya dijadikan alat bagi pihak lain – maka dampak ekonominya besar sekali akibat adanya “hantu” merugikan negara. Surat SP3 meski terlambat namun jauh lebih baik untuk menjadi penerang bagi dunia investasi ke depan. Hantu merugikan Negara sementara ini minggir dulu.
Sudah Benar! SP3 kasus unrealized loss BPJS-TK, preseden baik bagi dunia investasi pasar modal Indonesia. (*)