Jakarta – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Kasasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan membatalkan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terhadap terdakwa Leo Chandra selaku Komisaris Utama PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance).
Adapun Vonis Kasasi MA yaitu, pertama, mengabulkan Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tersebut tersebut. Kedua, membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 337/Pid.B/2019/PN Jkt.Pst tanggal 17 September 2019 tersebut.
Selain itu, Leo Chandra terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Turut serta dengan sengaja mengabaikan pelaksanaan kewenangan OJK dalam hal pengawasan terhadap Lembaga Jasa Keuangan secara berlanjut.
Sebelumnya, berdasarkan hasil pemeriksaan OJK, PT SNP yang merupakan perusahaan pembiayaan yang terdaftar atas Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. KEP 181/KMK.06/2002 tanggal 23 April 2002, tidak menerapkan tata kelola perusahaan dengan baik.
“OJK sebelumnya pada 2018 telah memproses pelanggaran pidana yang dilakukan oleh Leo Chandra selaku Komisaris Utama dan Pemegang Saham PT SNP terkait pengabaian pelaksanaan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 UU OJK,” dikutip dari keterangan resmi, di Jakarta, Kamis 17 September 2020.
Dari hasil pemeriksaan OJK, Laporan keuangan PT SNP tidak menunjukkan kondisi sebenarnya, transaksi keuangan perusahaan dengan grup Columbia selaku pihak terafiliasi PT SNP tidak ada dokumen pendukung, perangkapan jabatan untuk seluruh pegawai kantor cabang, serta alokasi biaya operasional PT SNP dan Grup Columbia yang tidak dipisahkan.
Laporan Keuangan PT SNP tersebut digunakan SNP untuk mendapatkan pendanaan dari 14 bank serta penerbitan medium term notes, sehingga hal tersebut melanggar Pasal 53 POJK 29 Tahun 2014 yaitu perusahaan pembiayaan dalam melakukan kegiatannya dilarang menggunakan informasi yang tidak benar yang dapat merugikan kepentingan debitur, kreditur dan pemangku kepentingan termasuk OJK.
Atas pemeriksaan tersebut, OJK telah melakukan berbagai tindakan pengawasan kepada PT SNP antara lain, perintah untuk menyampaikan keterbukaan informasi kepada kreditur serta pemegang MTN, menyampaikan 3 (tiga) surat peringatan, 3 (tiga) surat pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha PT SNP melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner No. KEP-108/D.05/2018 tanggal 30 November 2018.
Selain tindakan pengawasan yang berujung pada sanksi administratif tersebut di atas, OJK juga memproses pelanggaran pidana yang dilakukan oleh Leo Chandra selaku Komisaris Utama dan Pemegang Saham PT SNP terkait pengabaian pelaksanaan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 UU OJK.
Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan kasasi No. 851 K/PID.SUS/2020 tanggal 12 Mei 2020 juga telah menjatuhkan putusan pidana penjara kepada Leo Chandra selama 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 10 miliar. Hukuman pidana tersebut merupakan hasil akhir dari tindakan pengawasan OJK terhadap PT SNP yang telah melanggar berbagai peraturan di sektor jasa keuangan.
Sebagai informasi saja, sebelumnya SNP Finance diketahui telah merugikan 14 bank di Indonesia hingga triliunan rupiah. Hal tersebut bermula saat SNP Finance diketahui menerima fasilitas kredit modal kerja dari 14 bank. Namun, pada 2016, perusahaan mengajukan restrukturisasi kredit.
Alih-alih dengan restrukturisasi kinerja bisa membaik, namun SNP Finance malah menunjukkan itikad buruk. Dalam beberapa bulan kedepan, kreditnya mulai macet dan manajemen perusahaan mengajukan pailit sukarela.
Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut adalah melalui penerbitan Medium Term Note (MTN), yang diperingkat oleh Pefindo berdasarkan laporan keuangan SNP yang diaudit DeLoitte.
Pihak OJK sebelumnya mengatakan bahwa penerbitan MTN tidak melalui proses di OJK. Ini mengingat MTN adalah perjanjian yang bersifat private, namun memerlukan pemeringkatan karena dapat diperjualbelikan.
Akhirnya, saat terjadi permasalahan, SNP Finance mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap kewajibannya sebesar kurang lebih Rp4,07 triliun, yang terdiri dari kredit perbankan Rp2,22 triliun dan MTN sebesar Rp1,85 triliun. Modus ini sering dilakukan dengan memanfaatkan celah dari ketentuan hukum terkait Kepailitan. (*)
Editor: Rezkiana Np