Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Tetap Terjaga Di Tengah Perlambatan Ekonomi Global

Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Tetap Terjaga Di Tengah Perlambatan Ekonomi Global

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sistem keuangan terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan membaik, yang berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional di tengah pelemahan ekonomi dan inflasi global yang tinggi, pengetatan kebijakan moneter yang agresif, dan peningkatan tensi geopolitik yang berkepanjangan.

Stabilitas sistem keuangan yang masih terjaga, tercermin dari pertumbuhan kredit perbankan pada Agustus 2022 masih relatif stabil yaitu sebesar 10,62%. Likuiditas perbankan pada Agustus 2022 masih memadai dengan Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) sebesar 118,01% dibandingkan Juli sebesar 124,4% dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) 26,52% dibandingkan Juli sebesar 27,92%.

Lebih lanjut, di sektor industri keuangan non bank (IKNB) yaitu asuransi pada periode Januari – Agustus 2022 pendapatan premi sebesar Rp205,90 triliun atau tumbuh 2,10% yoy dan RBC (Risk Based Capital) asuransi jiwa dan umum masing-masing sebesar 485,51% dan 310,08%.

Kemudian, di perusahaan multifinance nilai outstanding piutang pembiayaan pada Agustus 2022 meningkat 8,57% yoy menjadi sebesar Rp389,54 triliun. Rasio NPF gross pada Agustus 2022 turun menjadi sebesar 2,60% dibandingkan Agustus 2021 sebesar 3,90% dan NPF neto juga membaik menjadi sebesar 0,70% dibandingkan Agustus 2021 sebesar 1,43%.

Meski demikian, sektor jasa keuangan nasional tetap harus mewaspadai dampak dari peningkatan tekanan inflasi. Di mana, Bank Sentral di dunia pun beramai-ramai menaikkan suku bunganya dan berencana mempercepat laju pengetatan kebijakannya meski kebijakan tersebut dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi ancaman lonjakan inflasi.

Stance kebijakan moneter ini dilakukan oleh mayoritas bank sentral global termasuk Bank Indonesia yang menaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps atau menjadi 4,25%.

“Hal ini mendorong kekhawatiran resesi global meningkat, sehingga lembaga internasional seperti Bank Dunia, ADB, dan OECD menurunkan outlook pertumbuhan ekonomi global,” kata Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner September 2022, Senin, 3 Oktober 2022.

Di tengah revisi ke bawah outlook pertumbuhan global, outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dinaikkan di tahun 2022 seiring dengan masih tingginya harga komoditas dan terkendalinya pandemi.

“Indikator perekonomian terkini juga mengkonfirmasi berlanjutnya kinerja positif perekonomian Indonesia, antara lain terlihat dari neraca perdagangan yang melanjutkan surplus, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur di zona ekspansi, dan indeks kepercayaan konsumen yang tetap optimis,” ujar Mahendra. (*) Irawati

Related Posts

News Update

Top News