Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan volatilitas global semakin tinggi yang berdampak besar terhadap perekonomian dunia.
Hal ini disebabkan adanya perubahan data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang memburuk dengan cepat dan diperkiraan akan mengalami resesi.
Sri Mulyani menjelaskan bahkan pasar berekspektasi suku bunga acuan AS atau Fed Fund Rate (FFR) akan dipangkas lebih cepat dan akan terjadi pertemuan darurat sebelum September 2024.
Sebelumnya, memang bank sentral AS atau The Fed telah memberikan sinyal bahwa FFR akan mulai menurun di September mendatang.
“Tapi itu tidak terjadi, tapi itu menunjukan market itu begitu sangat cepatnya berubah dari sisi psikolgis berdasarkan issuance data yang terjadi dan perkembanganya dan dampaknya luar biasa sangat besar,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers, Selasa, 13 Agustus 2024.
Baca juga: BI Revisi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 3,2 Persen
Lebih lanjut, pasar juga mengkhawatirkan bahwa AS akan mengalami hard landing, meski The Fed mengharapkan soft landing karena inflasi dan suku bunga yang tinggi.
“Ini adalah the worst atau the highest dalam 40 tahun baik inflasi maupun suku bunganya pasti akan memengaruhi growth. Growth-nya ini diharapkan melemah tapi soft landing, namun kemarin dengan data muncul dengan labour market agak soft mereka khawatir akan terjadi hard landing,” tukasnya.
Lebih lanjut, dampak negatif dari volatilitas tersebut sudah memengaruhi perekonomian Jepang. Di mana mata uang Jepang mengalami tekanan terhadap dolar AS, dan terjadi capital outflow.
“Jepang yang mengalami pengaruh sangat negatif dari volatilitas itu, dari nilai tukarnya maupun dari capital outflow,” jelasnya.
Sementara itu, di Tiongkok pertumbuhan ekonominya sudah di bawah 5 persen atau 4,7 persen. Ini disebabkan oleh masalah stuktural di dalam negerinya, yakni properti dan pinjaman pemerintah daerahnya yang sangat besar.
Baca juga: Goncangan Global Masih Tinggi, OJK Minta Perbankan Perhatikan Risiko Pengetatan Likuiditas
“Dari sisi global juga tidak supportif karena banyak negara mulai memagari dengan tarif tinggi dengan impor-impor yang berasal dari Tiongkok, baik yang berhubungan dengan mobil listrik maupun barang manufaktur lain, sehingga terjadi banyak sekali over production,” ungkapnya.
Dari sisi politik, perang Ukraina makin memanas. Bahkan, Ukraina mulai menyerang ke Rusia. Selain itu, konflik Timur Tengah jga masih bergejolak dengan terbunuhnya dua pimpinan mereka.
“Ini semua mengambarkan bahwa 2024 baik konselasi politik, militer kemananan, maupun dari sisi ekonomi semuanya dalam arah dinamika yang tensinya meningkat tinggi,” imbuhnya. (*)
Editor: Galih Pratama