Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan sulitnya menaikan rasio pajak. Pasalnya, lebih dari 47 persen perekonomian di Indonesia tidak masuk dalam basis pemungutan pajak.
“Kita semua tahu bahwa Indonesia masih berjuang untuk memperbaiki rasio pajak. pemungutan penerimaan negara tidak hanya merupakan fungsi dari institusi dan kebijakan saja namun juga under base yaitu tax base, di mana di Indonesia lebih dari 47 persen perekonomian kita tidak masuk dalam basis pemungutan pajak,” ujar Sri Mulyani dalam MIF 2024, dikutip, 6 Maret 2024.
Baca juga: Kejar Thailand, Prabowo Ingin Rasio Pajak Indonesia Capai 16 Persen
Artinya, kata Sri Mulyani, pemungutan pajak hanya mengandalkan sekitar 53 persen. Ini disebabkan banyaknya sektor informal serta banyaknya pengecualian atau insentif pajak.
“Hal ini juga karena banyaknya pengecualian perpajakan dalam kebijakan dan regulasi,” jelasnya.
Meski demikian, pemerintah terus berupaya untuk menaikan rasio pajak yang menurun tajam semenjak pandemi melanda.
Secara rinci, rasio pajak pada 2019 mencapai 9,77 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), kemudian turun menjadi 8,32 persen pada tahum 2020 saat pandemi melanda.
Baca juga: Penerimaan Pajak Capai Rp149,25 Triliun, Sektor Ini Setorannya Paling Banyak
Di tahun 2021 kembali naik 9,12 persen dan di 2022 sebesar 10,39 persen. Namun, menyusut lagi di tahun 2023 menjadi 10,21 persen.
“Kalau dilihat tax ratio yang sempat turun sangat tajam akibat pandemi, kini kita kembali mengakselerasi kembali. Kita juga memperkecil defisit kita sehingga mampu kita turunkan sampai hampir keseimbangan primer positif atau surplus. Ini pertama kalinya dalam 12 tahun anggaran kita,” ungkapnya. (*)
Editor: Galih Pratama