Poin Penting
- Revisi RUU P2SK dinilai memberi ruang bagi bursa untuk berperan ganda sebagai pengawas sekaligus pelaku perdagangan aset kripto
- Ketentuan baru memberi bursa kewenangan luas sebagai “gatekeeper” industri yang dikhawatirkan dapat menciptakan monopoli dan menghambat inovasi
- Pelaku industri, seperti Nanovest, menilai perlu kajian mendalam serta transparansi dan pengawasan ketat dari OJK.
Jakarta – Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah memfinalisasi revisi terbaru Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) yang kini memuat pengaturan komprehensif mengenai Lembaga Jasa Keuangan Aset Kripto (LJK Aset Kripto).
Namun, kekhawatiran muncul ketika melihat isi dari ketentuan Pasal 312A huruf c, yang memberikan ruang bagi bursa yang seharusnya menjadi pengawas untuk juga melakukan perdagangan jual-beli aset kripto layaknya exchange.
Salah satu marketplace aset digital di Tanah Air, yakni Nanovest angkat suara mengenai ketentuan tersebut. Menurut Direktur Utama Nanovest, Billy Surya Jaya, dual-role tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, ketidakseimbangan ekosistem, hingga persaingan yang tidak sehat bagi pelaku industri kripto lokal.
Baca juga: DPR: Revisi UU P2SK untuk Perkuat BI, OJK, dan LPS
“Ketentuan ini membuka ruang bagi pihak yang seharusnya menjadi pengawas untuk sekaligus menjadi pelaku perdagangan, sehingga dapat mengganggu fairness dan merugikan pelaku industri seperti Nanovest,” ujar Billy dikutip 6 Desember 2025.
Kekhawatiran serupa juga terlihat pada Pasal 215A, yang memberikan bursa kewenangan sangat luas sebagai “gatekeeper” industri. Bursa memiliki peran untuk memberikan rekomendasi bagi pedagang, lembaga kliring, dan kustodian yang ingin masuk ke ekosistem, sekaligus mengawasi standar teknis, keamanan transaksi hingga validasi operasional pelaku lainnya.
Menurut Billy, Kewenangan yang terpusat ini menimbulkan risiko overpower dan berpotensi menciptakan struktur monopoli, karena bursa dapat mengatur sekaligus mengendalikan hampir seluruh rantai industri kripto Indonesia.
Jika tidak diawasi ketat, peran dominan ini dapat menghambat inovasi, membatasi kompetisi, dan memperlambat pertumbuhan industri secara keseluruhan.
“Kami memandang perlu adanya kajian lebih mendalam agar regulasi ini tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga memastikan ekosistem tetap kompetitif dan inklusif,” tambah Billy.
Oleh karena itu, kata Billy, transparansi dan pengawasan dari OJK menjadi sangat penting untuk mencegah konsentrasi kekuasaan yang berlebihan dan menjaga keseimbangan ekosistem kripto nasional.
Baca juga: OJK Rilis Aturan Baru Soal Perdagangan Aset Kripto, Ini Isinya
Seluruh lembaga yang menjalankan aktivitas terkait aset keuangan digital juga diwajibkan mendapatkan izin dari OJK sesuai dengan lingkup usahanya.
Revisi RUU ini memperjelas pengaturan mengenai pedagang aset kripto, yang diperbolehkan menerima konsumen baik individu maupun non individu, serta mewajibkan seluruh aktivitas teknologi sistem keuangan terdesentralisasi (ITSK) dilakukan melalui pedagang yang telah berizin. (*)










