Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan kabar terbaru terkait rencana pemerintah untuk memperpanjang restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 hingga tahun 2025.
Airlangga menjelaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepertinya tidak menyetujui rencana untuk memperpanjang restrukturisasi kredit tersebut.
“OJK kayaknya tidak setuju,” ujar Airlangga kepada wartawan selepas Rakor One Map Policy Summit 2024, Kamis, 11 Juli 2024.
Adapun rencana perpanjangan restrukturisasi kredit ini kabarnya disebabkan karena Non Performing Loan UMKM yang meningkat setelah dihentikannya kebijakan tersebut.
Per Mei 2024, NPL gross UMKM sebesar 4,27 persen, dibandingkan April 2024 yang berada di level 4,26 persen.
Baca juga: Airlangga Buka Opsi Perpanjang Restrukturisasi Kredit Segmen KUR
Airlangga mengaku pihaknya tengah mengkaji cara lain untuk bisa menjalankan kebijakan serupa dalam meringankan UMKM yang dinilai masih membutuhkan relaksasi kredit.
“Kita akan studi, ada cara lain yang bisa dilakukan, kami kaji dalam kebijakan KUR. Tadinya kan kita buat kelas menengah tetapi kelihatannya menengah ke bawah ini perbankan merasa cukup resilien. Tentu kita lihat KUR secara spesifik,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan bahwa jika melihat data per Mei 2024 atau dua bulan setelah berakhirnya relaksasi tersebut, nilai dari kredit restrukturisasi Covid-19 tercatat sebesar Rp192,52 triliun.
“Angka itu berarti terus menurun dibandingkan pada saat pengakhirannya dan juga dibandingkan pada bulan April, dengan jumlah restrukturisasi yang tertentu dibagi dua sifatnya targeted, yaitu Rp72,7 triliun dan jumlah restrukturisasi secara menyeluruh untuk Covid-19 itu Rp119,8 triliun, sehingga jumlah totalnya sampaikan Rp192,52 triliun,” jelasnya.
Mahendra menambahkan bahwa angka ini jauh lebih kecil dibandingkan puncak pada kondisi kebutuhan restrukturisasi yang terjadi pada Oktober 2020 sebesar Rp820 triliun.
Selain itu, jumlah debitur juga terus menurun di kisaran 702 ribu debitur, dibandingkan pada awal restrukturisasi sebanyak 6,8 juta debitur, atau hampir 10 kali lipatnya.
Baca juga: Bos OJK Tanggapi Usulan Jokowi Perpanjang Restrukturisasi Kredit
Kemudian, perbankan telah membentuk CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang sangat memadai karena coverage rationya sampai 33,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan secara umum menerapkan manajemen risiko dan prisnisp kehati-hatian yang baik.
“Industri perbankan secara umum kinerjanya baik, didukung dengan tingkat permodalan yang tinggi dan kami menilainya mampu, bukan saja mempertahankan daya tahan yang baik terhadap potensi risiko ke depan tapi juga yang kami pahami bahwa target-target yang telah ditetapkan baik untuk penyaluran kredit maupun target DPK itu sampai saat ini pihak perbankan finish bisa mencapainya,” ungkapnya. (*)
Editor: Galih Pratama