Jakarta – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI menilai, melemahnya rupiah yang hampir menyentuh Rp16.000 per USD, disebabkan oleh meningkatnya risiko ketidakpastian global, salah satunya akibat tensi gopolitik yang memanas.
Direktur Wholesale & International Banking BNI, Silvano Winston Rumantir menyebutkan bahwa perkembangan global yang berubah signifikan dalam beberapa bulan terakhir menyebabkan mata uang beberapa negara berkembang termasuk rupiah mulai mengalami tekanan.
“Tantangan global tersebut mulai dari peningkatan risiko geopolitik, tingginya imbal hasil obligasi di Amerika Serikat (AS), serta perlambatan ekonomi di Tiongkok,” ujar Silvano dikutip, Rabu 1 November 2023.
Baca juga: Awas! Peluang Rupiah Tembus Rp16.000 per USD Terbuka Lebar, BI Harus Lakukan Ini
Meski demikian, tambah Silvano, fluktuasi nilai tukar rupiah tahun berjalan masih lebih rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan fundamental perekonomian Indonesia relatif lebih resilien.
“Kami optimis pergerakan rupiah dapat terjaga seiring dengan stabilitas ekonomi dan sistem keuangan domestik,” katanya.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan ke level 6 persen sebagai langkah pre-emptive yang diikuti dengan intervensi nilai tukar di spot market. Serta, di Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) dan pengenalan instrumen baru yaitu SRBI dan SVBI.
Di sisi perbankan, pihaknya pun optimis perbankan nasional dalam kondisi cukup tangguh, di tengah risiko peningkatan ekonomi global. Hal tersebut terlihat dari sejarah perbankan Indonesia yang berhasil melalui berbagai krisis ekonomi tahun ke tahun.
“Dari sisi permodalan yang kuat dan risk manajemen yang baik menjadi modal utama perbankan Indonesia untuk mengantisipasi berbagai risiko ketidakpastian ekonomi global,” ungkapnya.
Untuk pembiayaan valas, portofolio dinilai cukup solid dengan terjaganya kualitas aset yang didorong oleh debitur terutama pada segmen corporate banking yang merupakan top player dengan pengalaman di industri masing-masing.
Baca juga: Rupiah Terus Melemah, Bos OJK Pede Kinerja Perbankan Tetap Solid
“Demand atas pembiayaan valas juga masih cukup baik dimana kami memiliki beberapa pipeline yang akan kami kelola secara selektif dengan prinsip kehati-hatian untuk menjaga pertumbuhan portofolio yang berkelanjutan,” pungkas Silvano.
Sementara itu, kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) dari pemerintah mampu menambah likuiditas bagi perbankan. Sebab, potensi likuiditas valas secara sistem dapat lebih baik dan berpotensi meningkatkan fee based income.
“Kami pun proaktif menawarkan solusi alternatif bagi nasabah valas untuk menempatkan dananya baik di instrumen term deposit BI ataupun di perbankan nasional, serta diikuti oleh berbagai transaksi dan pembiayaan lainnya,” tuturnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra