Jakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menanggapi laporan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai dugaan menaikkan manfaat ekonomi atau suku bunga pinjaman daring (pindar) di atas ketentuan regulasi.
Ronald Tauviek Andi Kasim, Sekretaris Jenderal (Sekjen) AFPI, mengapresiasi penyelidikan yang dilakukan oleh KPPU mengenai suku bunga ini. Namun, ia perlu meluruskan bahwa apa yang KPPU temukan tidaklah benar.
“Yang ingin saya tegaskan di sini, bahwa tuduhan KPPU soal terjadinya kartel atau kesepakatan agak antara pelaku industri, itu memang tidak terjadi,” tegas Ronald di Jakarta, Rabu, 14 Maret 2025.
Pihak AFPI mengaku bahwa suku bunga yang ditentukan oleh pelaku industri, sudah merupakan kesepakatan bersama. Tujuannya untuk memberantas pinjaman online (pinjol) ilegal yang merajalela beberapa waktu lalu.
Baca juga: OJK Dorong Pindar Perluas Skema Penilaian Kredit untuk UMKM
Tidak hanya itu, Ronald juga memastikan keterlibatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menentukan suku bunga. Suku bunga yang ditentukan AFPI dan OJK diharapkan bisa menunjukkan perbedaan antara pindar dan pinjol ilegal.
“Salah satu cara yang menurut kami itu mujarab, adalah mengatur atau membedakan layanan, dalam hal ini suku bunga, yang ditawarkan oleh satu platform dengan platform yang lain, yaitu platform legal dan platform ilegal,” katanya.
Pernyataan Ronald didukung oleh Sunu Widyatmoko, Sekjen AFPI periode 2020-2023. Di periode tersebut, Sunu juga menjelaskan, AFPI perlu melakukan studi banding ke negara lain untuk menentukan suku bunga, karena model pindar saat itu belum memiliki acuan di dalam negeri.
“Waktu itu, kita harus mencari referensi. Jadi referensi yang kita temukan adalah, kita mengacu ke referensi Inggris. Meskipun waktu itu, saya agak komplain ke OJK, bahwa country risk antara Indonesia dan Inggris Itu benar-benar jauh,” paparnya.
Dengan demikian, terciptalah suku bunga yang disepakati oleh pelaku industri, yakni sebesar 1 persen per hari. Namun atas permintaan OJK, jumlah itu diturunkan menjadi 0,8 persen per hari.
Sebagai informasi, KPPU melayangkan gugatan kepada pelaku industri pindar, karena dugaan pelanggaran kartel suku bunga. Adapun gugatan tersebut dilayangkan pada periode 2020-2023.
Berdasarkan temuan KPPU, pelaku pindar diduga telah melanggar Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
”Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023,” ujar M Fanshurullah Asa, Ketua Umum KPPU, pada 29 April 2025.
Hal ini dianggap membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen. KPPU sendiri akan segera menyidangkan dugaan tersebut ke dalam Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan dalam waktu dekat.
Baca juga: Kolaborasi AFPI dan Google Berhasil Tutup 105 Aplikasi Pinjol Ilegal
Berdasarkan SEOJK 19 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, suku bunga pindar terus diturunkan. Untuk pendanaan konsumtif, angkanya turun dari 0,3 persen pada Januari 2024, menjadi 0,2 persen per Januari 2025, dan akan turun lagi jadi 0,1 persen di Januari 2026.
Sementara, untuk pembiayaan produktif, suku bunga yang ditetapkan per harinya mencapai 0,1 persen per Januari 2024, dan akan turun menjadi 0,067 persen pada Januari 2026. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Poin Penting PT Phapros Tbk (PEHA) mencetak laba bersih Rp7,7 miliar per September 2025, berbalik… Read More
Poin Penting Unilever Indonesia membagikan dividen interim 2025 sebesar Rp3,30 triliun atau Rp87 per saham,… Read More
Poin Penting IFAC menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk memperkuat profesi akuntansi di Asia Pasifik, termasuk… Read More
Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More
Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More
Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More