Soal BTN Mau Akuisisi Muamalat, Begini Kata Pengamat

Soal BTN Mau Akuisisi Muamalat, Begini Kata Pengamat

Jakarta – Unit Usaha Syariah (UUS) milik PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN) dikabarkan akan mengakusisi PT Bank Muamalat Tbk.

Peneliti Lembaga ESED dan Praktisi Perbankan BUMN, Chandra Bagus Sulistyo menyatakan bahwa kabar BTN Syariah akusisi Bank Muamalat didorong dari Bank Muamalat yang rencananya akan melakukan listing atau IPO (initial public offering) pada 2023.

Di mana rencana akusisi Bank Muamalat oleh BTN Syariah merupakan kewenangan dari pemegang sahan Bank Muamalat, yakni Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Saat ini, BPKH tercatat memegang 82,65 persen saham Bank Muamalat.

“Melihat data yang ada, sedang mengkaji sejumlah opsi terkait aksi korporasi tersebut, kemungkinan akuisisi BTN ke Bank Muamalat pun didorong oleh sejumlah kondisi dari sisi Bank Muamalat, kita tahu bahwa Bank Muamalat akan menggelar ini IPO pada 2023,” ujar Chandra saat dihubungi Infobanknews, Senin 13 November 2023.

Baca juga: Dikabarkan Mau Akuisisi Muamalat, Ini Bocoran Bos BTN

Menurutnya, apabila aksi korporasi tersebut terjadi, maka akan semakin menambah pemain perbankan syariah di Indonesia yang dapat menumbuhkan kompetisi. Tentu saja, ini akan mendorong inovasi dan kreativitas perbankan syariah dalam mengembangkan bisnisnya.

“Maka semangat kompetisinya akan semakin sehat dan diharapkan dari kompetisi tersebut akan mendorong inovasi dan kreativitas perbankan syariah, dengan semangat inovasi dan kreatifitas bank syariah maka kemungkinan perbankan syariah akan banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia,” katanya.

Namun, tambah Chandra, industri perbankan syariah masih dibayangi oleh sejumlah tantangan. Pasalnya, bila tidak segera diatasi maka kondisi perbankan syariah akan monoton karena pemainnya hanya akan didominasi oleh PT Bank Syariah Indonesia (BSI).

“Ada beberapa tantangan, pertama tingkat literasi perbankan syariah yang masih rendah, dari data yang ada menyebutkan literasi keuangan syariah itu hanya sebesar 8,93 persen, masih cukup kecil,” ungkap Chandra.

Kedua, kata Chandra, soal permodalan. Saat ini terdapat 6 bank syariah memiliki modal inti di bawah Rp2 triliun dari total 14 bank umum syariah per Desember 2020.

Ketiga, rendahnya dukungan keuangan syariah pada industri halal. Keempat, masih kurangnya sumber daya manusia (SDM) ekonomi syariah yang mumpuni dan kapabilitas di bidang riset serta pengembangan yang terolong masih kurang yang perlu segera diperbaiki.

Kelima, rendahnya digitalisasi perbankan syariah. Di mana saat ini digitalisasi menjadi sangat mutlak keberadaanya, sehingga bisa memenuhi kebutuhan masyarakat untuk bersaing dengan perbankan konvensional.

“Saat ini di tengah Covid-19 sudah mereda bahwa pertumbuhan layanan digital konvensional sudah meningkat dan harus diberengi juga digitalisasi perbankan syariah,” terangnya.

Sementara, Pengamat Perbankan, Paul Sutaryono menilai bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ingin adanya 2-3 bank syariah papan atas untuk bisa bersaing dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) pada level yang sama.

Baca juga: BTN Syariah Siap jadi Bank Terbesar di Aceh

Pada dasarnya, tambah Paul, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam atau muslim yang seharusnya menjadi basis nasabah (customer base) yang kokoh untuk penetrasi ke pasar yang potensial perbankan syariah.

Dengan demikian, seharusnya bank syariah harus berkerja keras untuk mampu meningkatkan pangsa pasar (market share) dalam mengucurkan pembiayaan.

“Lalu apa yang harus dilakukan? Bank syariah harus mampu mengembangkan produk dan jasa perbankan syariah lebih berwarna-warni. Untuk apa? Untuk menarik calon nasabah lebih banyak lagi,” imbuhnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News