Soal Anggaran, Kemenkeu Dituding Boros dan Manipulatif

Soal Anggaran, Kemenkeu Dituding Boros dan Manipulatif

Jakarta – Sebagai bendahara dan pengelola keuangan negara, Kementerian Keuangan justru dinilai boros dan cenderung manipulatif dalam membelanjakan anggarannya. Pengadaan yang tak sesuai rencana, lebih bayar dan barang yang mubazir tak terpakai, diyakini menimbulkan potesi kerugian negara.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Direktur Center for Budget Analiysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 7 Juni 2016. Dengan adanya kondisi ini, dirinya meminta aparat hukum dapat menindaklanjuti ketidakwajaran yang ditemukan dari hasil pemeriksaan BPK itu.

“Langkah langkah yang harus diambil oleh aparat hukum seperti KPK atau Kejaksaan adalah segera memanggil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkau untuk segera diperiksa secara intensif dan focus,” ujarnya.

Uchok mengaku, setelah mencermati hasil pemeriksaan BPK, pada belanja barang dan belanja modal di lingkungan Sekjen dan Ditjen Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013-2014 ditemukan banyak hal yang tak wajar. Misalnya saja, ditemukan pemborosan sebesar Rp13,22 miliar untuk sembilan pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp43,52 miliar.

Kemudian kelebihan pembayaran sebesar Rp4,88 miliar untuk enam pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp35,15 miliar. BPK juga menemukan adanya pengadaan barang tidak sesuai spesifkasi kontrak sebesar 725,75 juta untuk satu pengadaan dengan nilai kontrak sebssra Rp5,32 miliar.

Selanjutnya juga ada potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp466,5 juta untuk satu pengadaan dengan nilai kontrak Rp8 miliar. “Sayang seribu sayang, banyak kesalahan dalam perencanaan dan realisasi anggarannya sehingga timbul modus modus pemborosan dan dugaan manipulasi atas belanja barang tersebut,” tukasnya.

Selain itu, ada juga pengadaan barang berupa anti virus McAffe sebanyak 24.000 lisensi. Dari 24.000 lisensi ini hanya sebanyak 10.056 lisensi yang digunakan sampai 29 september 2014. “Berarti ada sebanyak 12.715 lisensi sekitar Rp1,97 miliar belum dimanfaatkan. Ini pemborosan anggaran yang susah dimaafkan kalau satu lisensi pertahun sebesar Rp162.000,” paparnya.

Hal yang sama juga terjadi dalam pengadaan lisensi microsoft office professional plus sebanyak 1500 lisensi. Tapi yang baru dipakai sebanyak 10 lisensi, dan belum dimanfaatkan sebanyak 1.490 lisensi. “Atau ada pemborosan sekitar Rp6,61 miliar yang tak masuk akal. Kalau berdasarkan kontrak diketahui satu lisensi itu Rp4,43 juta,” katanya.

Kemudian, dalam pengadaan mesin jilid kawat untuk Sekjen Kementerian Keuangan tahun 2013 senilai Rp1,9 miliar yang dilaksanakan oleh CV. PP, diketahui terdapat 5 item barang optimal yang belum ada atau tersedia. “Dengan demikian, terdapat potensi kerugian negara sebesar Rp1,9 miliar bila belum diserahkan 5 item optimal tersebut,” imbuhnya.

Di tempat terpisah, Kabiro Humas BPK Yudi Ramdan Budiman mengakui, pihaknya telah melaksanakan audit atas belanja barang dan belanja modal di Kementerian Keuangan Tahun 2014. Menurutnya pemborosan yang dimaksud dalam laporan pemeriksaan tersebut adalah, pengadaaan yang dilakukan oleh pemerintah (Kemenkeu) namun manfaat yang diterima tidak sesuai dengan yang direncanakan awal.

“Misalnya saja pembayaran lisensi software tahunan tidak dimanfaatkan dan adanya kemahalan harga dari penetapan HPS (harga perkiraan sendiri),” ucapnya.

Sejatinya, dalam laporan tertanggal 31 Desember 2014 lalu, BPK sendiri sudah memberikan sejumlah rekomendasi kepada Kementrian Keuangan. Di antaranya merekomendasikan Menteri Keuangan untuk memerintahkan Sekjen Kemenkeu melakukan pembinaan kepada jajaran di bawahnya, temasuk menagih kelebihan bayar yang terjadi. (*)

Related Posts

News Update

Top News