Jakarta – PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menegaskan bahwa kabar dugaan rekayasa dalam akuisisi 51 persen saham perseroan pada era Presiden Megawati Soekarnoputri tidak benar.
Penjelasan itu disampaikan lewat keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu, 20 Agustus 2025, yang ditandatangani Corporate Secretary I Ketut Alam Wangsawijaya.
“[Itu] merupakan informasi yang tidak benar,” tulis manajemen BCA.
Isu tersebut menyebutkan akuisisi dengan nilai sekitar Rp5 triliun dianggap melanggar hukum karena nilai pasar disebut mencapai Rp117 triliun. Namun, BCA menegaskan angka Rp117 triliun adalah total aset, bukan valuasi pasar.
Baca juga: Hentikan! Ide “Sesat” Pengambilalihan Paksa Saham BCA
Manajemen BCA menjelaskan bahwa harga saham perseroan terbentuk lewat mekanisme pasar sejak melantai di bursa pada tahun 2000. Pada saat private placement strategis dilakukan, nilai pasar BCA berdasarkan harga saham rata-rata di BEI tercatat sekitar Rp10 triliun.
“Dengan demikian, nilai akuisisi 51 persen saham oleh konsorsium FarIndo yang menang melalui tender, merupakan cerminan dari kondisi pasar saat itu. Tender dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) secara transparan dan akuntabel,” jelas BCA.
Baca juga: Ramai Isu Pengambilalihan 51 Persen Saham BCA, Begini Kata Bos Danantara
Selain itu, BCA juga menampik kabar yang menyebutkan perseroan menanggung utang Rp60 triliun ke negara.
“Di dalam neraca, BCA tercatat memiliki aset obligasi pemerintah senilai Rp60 triliun, dan seluruhnya telah selesai pada tahun 2009 sesuai dengan ketentuan dan hukum yang berlaku,” tambah manajemen.
Baca juga: Jahja Setiaatmaja Pamit, Mulai 1 Juni, BCA Punya Presiden Direktur dan Komisaris Baru
Saham BBCA
Sementara itu, harga saham BBCA pada perdagangan siang ini, Rabu, 20 Agustus 2025, pukul 14:51 WIB, terpantau menguat 0,88 persen atau naik 75 poin ke posisi Rp8.575 per saham dari Rp8.500 per saham.
Meski demikian jika dibandingkan dengan sepekan terakhir harga saham BBCA masih mengalami pelemahan 3,92 persen dan sempat turun ke level Rp8.400 per saham. (*)
Editor: Yulian Saputra









