SMF: Investasi Rp1 T di Sektor Perumahan Dorong Kenaikan PDB Rp1,9 T dan Kurangi 6.107 Kemiskinan

SMF: Investasi Rp1 T di Sektor Perumahan Dorong Kenaikan PDB Rp1,9 T dan Kurangi 6.107 Kemiskinan

Jakarta – PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) mengungkapkan hasil kajian terkait kondisi sektor perumahan di Indonesia. Hasil kajian SMF dan DTS Indonesia menunjukkan bahwa sektor perumahan berkontribusi terhadap perekonomian dan pengentasan kemiskinan.

Hal itu terungkap dalam focus group discussion (FGD) yang digelar Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bertajuk “Peran Sektor Perumahan sebagai pendorong Perekonomian dan Pengentasan Kemiskinan Nasional”.

FGD ini dihadiri para pemangku kepentingan, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, perwakilan perbankan, BP Tapera, para pakar dan pengamat perumahan.

Hasil FGD ini nantinya akan disampaikan SMF selaku Sekretariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan ke Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tanggal 25 Agustus 2024, sebagai bagian dari peringatan hari Perumahan Nasional 2024.

“Hasil kajian PT SMF bersama DTS Indonesia tahun 2023, menunjukkan bahwa untuk setiap Rp1 Triliun yang diinvestasikan pada sektor perumahan, dapat meningkatkan PDB sekitar Rp1,9 Triliun, pengurangan kemiskinan hingga 6.107 orang, dan berdampak pada 185 sektor lainnya, termasuk di dalamnya sektor pendidikan dan kesehatan, dua sektor penting dalam peningkatan kualitas SDM dan pengentasan stunting,” papar Ananta Wiyogo, Direktur Utama SMF dalam keterangan resmi, dikutip Senin, 5 Agustus 2024.

Baca juga: Dukung Pariwisata, SMF Salurkan Pembiayaan untuk 183 Homestay di 21 Desa

Ada 4 indikator kelayakan hunian, mencakuo akses air bersih, akses sanitasi layak, ketahanan bangunan, dan luas bangunan. Data Survei Sosio Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 yang diolah SMF menunjukkan, sebanyak 26,92 juta rumah tangga Indonesia, atau sekitar 36,85 persen, masih tinggal di rumah tidak layak huni (RTLH). Sedangkan backlog kepemilikan mencapai angka 9,91 juta rumah tangga (13,56 persen).

Terdapat irisan antara isu RTLH dan backlog kepemilikan, sehingga isu perumahan terbagi ke dalam tiga kelompok. Pertama, masyarakat yang tinggal di hunian milik tidak layak sebanyak 22,43 juta (30,71 persen). Kedua, masyarakat yang tinggal di hunian non milik tidak layak sebanyak 4.49 juta (6,15 persen). Ketiga, backlog kepemilikan 5,42 juta (7,42 persen).

Total rumah tangga Indonesia masih memiliki permasalahan perumahan mencapai angka 32,34 juta rumah tangga (44.27 persen) pada tahun 2023.

Agar intervensi di sektor perumahan berjalan efektif dan efisien dari sisi anggaran, SMF mengusulkan intervensinya harus tersegmentasi berdasarkan empat dimensi sosio ekonomi, yaitu: 1) isu yang dihadapi, kelayakan hunian vs. kepemilikan; 2) kemampuan ekonomi, miskin dan rentan vs. masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) vs. non MBR; 3) lokasi tinggal, perkotaan vs. perdesaan non pesisir vs. perdesaan pesisir; 4) jenis pekerjaan, formal vs. informal.

Fokus utama intervensi pemerintah ada pada kelompok masyarakat miskin, rentan, dan MBR. Backlog kepemilikan di ketiga kelompok itu mencapai 8,33 juta rumah tangga. Rinciannya, 6,38 juta di perkotaan, 1,19 juta di pedesaan pesisir, dan 0,75 juta di pedesaan non pesisir.

Untuk isu kelayakan hunian dari ketiga kelompok itu berjumlah 19,81 juta, dengan penyebaran 9,32 juta di perkotaan, 6,84 juta di pedesaan pesisir, dan 3,66 juta pedesaan non pesisir.

Ananta menegaskan, untuk mendorong peran sektor perumahan, pemerintah perlu segera mengambil intervensi yang konkret, efektif, dan terfokus pada backlog kepemilikan dan kelayakan hunian di kelompok masyarakat miskin, rentan, dan berpenghasilan rendah, melalui program FLPP Tapak/Susun, Rent to Own Tapak/Susun, Kredit Bangun Rumah (KBR), Rumah sosial, Rumah sewa, Bedah rumah, Housing Micro Finance (HMF), Kredit Renovasi Rumah (KRR), dan program lainnya.

Baca juga: BPS Ungkap Penyebab Garis Kemiskinan Sulit Turun

“Dengan memperhatikan tiga dimensi sosio ekonomi lainnya, yaitu lokasi, penghasilan, dan jenis pekerjaan, sehingga intervensi yang diimplementasikan juga efisien dari sisi anggaran,” tegasnya.

Mengacu pada simulasi dampak ekonomi dan sosial yang dilakukan SMF, dalam lima tahun ke depan sektor perumahan dapat berkontribusi pada peningkatan PDB hingga Rp1.628 triliun, dan mengurangi angka kemiskinan sebanyak 5,23 juta orang (20,2 persen).

Maka itu, Ekosistem Pembiayaan Perumahan perlu mengorkestrasi strategi dari berbagai pemangku kepentingan dalam menyelesaikan permasalahan perumahan secara komprehensif. Ekosistem Pembiayaan Perumahan juga perlu membuat masterplan perumahan yang mendorong kolaborasi dan sinergi para pihak, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, BUMN, BUMD, LSM, Publik, Masyarakat dan pihak lainnya yang menjadi satu kesatuan dalam Ekosistem Perumahan.

Terakhir, mengoptimalkan penggunaan APBN dan APBD, serta melibatkan pendanaan yang bersumber dari pasar modal, dana CSR, hibah, lembaga donor, dan sumber pendanaan lainnya. (*) Ari Astriawan

Related Posts

News Update

Top News