Skenario Setelah Terpilihnya Mandiri-1

Skenario Setelah Terpilihnya Mandiri-1

ADA lima chief executive officer (CEO) aktif di perusahaan pelat merah lain yang menjadi kandidat Mandiri-1. Jika salah satu dari CEO itu terpilih untuk memimpin Bank Mandiri, ia pasti akan meninggalkan kursi jabatannya saat ini. Pendek kata, bursa pemilihan orang nomor satu tidak saja terjadi di Bank Mandiri, tapi juga bisa terjadi di BRI, BTN, PLN, PGN, dan JP Morgan. Kecuali, yang terpilih menggantikan Budi Gunadi Sadikin (BGS) adalah dari dalam Bank Mandiri. Seperti apa skenarionya?

Menurut hasil diskusi dengan beberapa bankir, setiap CEO umumnya sudah memiliki kandidat dari level di bawahnya untuk dipilih menjadi pengganti dirinya. Namun, karena perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) dimiliki oleh pemerintah melalui Kementerian BUMN, sudah pasti ada unsur “selera” dan kepentingan. Itu adalah soal biasa. Yang penting, pemegang saham harus memiliki tujuan dan CEO yang ditunjuk adalah untuk mewujudkan tujuan itu.

Nah, jika Asmawi Syam yang masih memimpin BRI sampai dengan 2017, kemungkinan besar yang menggantikannya ialah Sunarso yang kini menjabat sebagai wakil direktur utama. Selain Sunarso memiliki jam terbang dan kuat dalam bidang operasional serta kredit komersial, pemerintah saat ini cenderung senang merotasi bangku direksi ketika terjadi perombakan susunan kursi direksi bank BUMN. Misalnya, Sunarso yang sebelum menjadi Direktur Bank Mandiri kemudian menjadi Wakil Direktur Utama BRI. Ini seperti “barter” dengan Sulaiman Arif yang sebelumnya Direktur BRI kemudian Wakil Direktur Utama Bank Mandiri. Selain Sunarso, direktur lain memiliki peluang untuk menjadi BRI-1, tapi jejak karier bankir BRI justru lebih banyak mereka pindah menjadi direksi di perusahaan BUMN lain.

Lalu, bagaimana jika Sofyan Basir yang dipilih untuk memimpin Bank Mandiri? Dari hasil diskusi, Hendi Prio Santoso yang sedang memimpin PGN akan digeser untuk menggantikan Sofyan Basir di kursi CEO PLN. Kalau ini terjadi, maka mirip sebuah kompensasi jabatan karena tidak terpilih di Bank Mandiri, bisa juga mengindikasikan bahwa nama-nama kandidat Mandiri-1 adalah para profesional terbaik sehingga perlu ditugasi tantangan baru untuk memimpin perusahaan yang lebih besar. Indikasi lain adalah minimnya ketersediaan corporate leader terbaik sehingga sering terjadi perputaran direksi dari satu perusahaan ke perusahaan lain.

Di BTN, jika Maryono terpilih menjadi Mandiri-1, kursi yang didudukinya juga harus diisi orang lain. BTN adalah bank yang sangat fokus dalam pembiayaan perumahan. Maryono tentu sudah memiliki nama penggantinya, terutama dari dalam organsisasi yang sudah sangat paham soal mortgage. Namun, pemerintah sepertinya menginginkan adanya perubahan di BTN sehingga bisa saja memilih orang dari luar. Buktinya, ketika masa jabatan Iqbal Latanro di BTN habis, pemerintah menarik Maryono yang cukup berhasil memimpin krisis di Bank Mutiara.

Menurut sumber Infobank di Kementerian BUMN, bank seperti BTN membutuhkan bankir yang tidak hanya jago dalam mortgage, tapi juga memiliki kepemimpinan yang kuat. Diah Hindraswarini adalah salah satu nama yang disebut-sebut berpotensi memimpin BTN jika Maryono menjadi Mandiri-1. Saat ini Diah adalah Direktur Bank Artha Graha dan sebelumnya sukses memajukan bisnis KPR di BNI sampai namanya masuk dalam daftar anggota direksi saat terjadi perombakan susunan direksi BNI beberapa tahun lalu. “Saya ini profesional, tergantung yang punya, saya cuma bekerja,” ujar Diah kepada Infobank melalui pesan instannya.

(Baca Majalah Infobank edisi cetak Nomor 444 Januari 2016 untuk membaca ulasan selengkapnya)

Related Posts

News Update

Top News