Jakarta – Belum lama ini, publik kembali dihebohkan dengan kasus raibnya dana nasabah perbankan. Kali ini, kasus itu terjadi di institusi Bank BTN. Bahkan disinyalir, dana nasabah yang raib itu mencapai Rp7,5 miliar.
Menanggapi hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi menyatakan pihaknya sudah memanggil semua pihak yang bersangkutan dengan kasus tersebut.
“Sebetulnya OJK telah melakukan verifikasi pengaduan terhadap 19 konsumen BTN, sebelumnya diberitakan 17, tapi sebetulnya 19, untuk kita mintai keterangan hilangnya dana nasabah pada rekening BTN ini yang tanpa sepengetahuan konsumen. Nah, hari ini (10/6) OJK juga telah memanggil BTN untuk dimintai keterangan. Selanjutnya, BTN akan menindaklanjuti hasil pertemuan itu dan kami akan terus lakukan monitoring,” ucapnya saat Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Mei 2024 secara virtual, dikutip Selasa, 11 Juni 2024.
Baca juga: OJK Turun Tangan Telusuri Dugaan Hilangnya Dana Nasabah BTN
Lebih lanjut, wanita yang akrab disapa Kiki ini mengatakan jika pihaknya sebagai regulator perlu memerhatikan kasus ini secara berimbang. Dalam artian, tak hanya menimbang kesalahan dari pihak internal yang diwakili oleh BTN, namun juga kesalahan dari konsumen atau nasabah itu sendiri.
Ia jelaskan, pada POJK 22 Tahun 2023 yang sebelumnya diatur di POJK 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, maka POJK itu bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang disebabkan oleh kesalahan, kelalaian, dan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan atau perundang-undangan yang dilakukan baik oleh direksi, komisaris, karyawan, bahkan pihak ketiga yang bekerja sama dengan POJK tersebut.
Sebaliknya, OJK juga harus melihat apakah ada kelalaian dari sisi konsumennya. Jadi, dalam hal ini, OJK harus berada di titik tengah ketika melihat sebuah case, apakah benar itu terjadi pelanggaran POJK, tapi bagaimana dari sisi konsumennya. Oleh karenanya, pihaknya terus melakukan edukasi kepada masyarakat dan konsumen untuk berperilaku yang bertanggung jawab.
“Karena di POJK 22 Tahun 2023 itu tak hanya disebutkan POJK punya kewajiban, tapi konsumen juga punya kewajiban. Misalnya, membaca kontrak, membaca perjanjian, memastikan memahami, dan melakukan kewajiban lainnya. Jadi, untuk kasus BTN masih berlangsung pemeriksaannya oleh OJK,” sebutnya.
Sebagai informasi, sejak Januari sampai 31 Mei 2024, OJK sudah menerima 11.000 aduan dari masyarakat, yang mana 4.100 itu dari sektor perbankan. Kebanyakan aduan yang masuk soal perbankan itu adalah perihal Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), seperti ketidaksesuaian informasi, agunan, dan lainnya.
“Memang ini terus kita lakukan, tapi secara terus menerus kami lakukan pula edukasi dan sosialisasi, baik kepada POJK maupun konsumen,” katanya.
Sebelumnya, pada 29 dan 30 April 2024, terjadi unjuk rasa di depan Kantor Pusat BTN, Jakarta, oleh sejumlah orang yang menuntut pengembalian dana mereka.
Hal ini buntut dari dua oknum pegawai BTN yang menjanjikan produk deposito dengan bunga 10 persen per bulan kepada para nasabah tersebut. Mereka mengklaim dananya hilang di BTN hingga Rp7,5 miliar.
Baca juga: Muhammadiyah Alihkan Dana Simpanan, Begini Tanggapan BSI
BTN sendiri menegaskan bahwa bank tidak pernah menyediakan produk deposito dengan suku bunga 10 persen per bulan atau 120 persen per tahun.
Pegawai bernama ASW dan SCP sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya sejak 6 Februari 2023. Pelaporan tersebut terkait tindak pidana penipuan dan penggelapan serta pemalsuan. Kedua oknum juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dan diberhentikan dari BTN. (*) Steven Widjaja