Jakarta–Dalam Sidang Tahunan Islamic Development Bank (IDB) ke-41 yang diadakan di Jakarta Convention Center, Jakarta, diselenggarakan serangkaian side-event berupa seminar dan eksibisi dalam upaya knowledge sharing dan capacity building bagi segenap negara anggota.
“Dalam rangkaian 29 seminar, terdapat 24 seminar on-site dan 5 seminar off-site yang dilaksanakan dari hari Minggu, 15 Mei 2016 hingga Selasa, 18 Mei 2016. Sementara pada hari ini Kamis, 19 Mei 2016 dilaksanakan beberapa pertemuan rapat bilateral oleh sejumlah negara-negara anggota,” kata Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta Convention Center, Kamis, 19 Mei 2016.
Dari 57 negara anggota IDB, hadir 173 delegasi yang terdiri dari 31 Dewan Gubernur dan 22 perwakilan Dewan Gubernur. Sedangkan total peserta yang mengikuti seluruh seminar yang hadir dalam ST IDB sebanyak 5.038 orang. Dalam penyelenggaraan rangkaian side-event seminar ini Kementerian Keuangan dan IDB bekerja sama dengan berbagai stakeholder baik dari Kementerian/Lembaga (Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Luar Negeri), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, BUMN, maupun sektor swasta sebagai local counterpart.
Dalam rangkaian ini, terdapat penandatangan Member Country Partnership Strategy (MCPS) 2016-2020 yang mengacu kepada dokumen Sustainable Development Goals (SDGs) dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Topik Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi fokus bahasan beberapa seminar, dengan membahas berbagai aspek yang berbeda. Sebagaimana diketahui, SDGs telah menetapkan berbagai agenda ambisius dalam mengatasi isu-isu global, seperti kemiskinan, ketimpangan, ketidakadilan, degradasi lingkungan, dan over eksploitasi sumber daya alam pada tahun 2030.
Dalam perspektif nasional, Indonesia telah menerjemahkan dan mengintegrasikan SDGs ke dalam agenda pembangunan nasional dan daerah. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mencerminkan 9 agenda prioritas Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembangunan nasional (Nawacita) dan tujuan global dalam SDGs. Pemerintah telah menargetkan penurunan kesenjangan dengan menurunkan koefisien Gini menjadi sebesar 0,36 pada akhir tahun 2019 dari kondisi tahun 2014 sebesar 0,41. Pemerintah juga berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca nasional sebesar 29 persen dari tingkat yang diproyeksikan pada tahun 2030 melalui peningkatan perlindungan hutan dan meningkatkan sektor energi terbarukan.
Rangkaian seminar juga membahas potensi dan peran sistem keuangan syariah dalam menunjang tercapainya SDGs. Karakteristik keuangan syariah seperti transparansi, kemitraan, keadilan, dan orientasi pada sektor riil diyakini sangat efektif untuk mendukung pembangunan ekonomi, termasuk dalam mengatasi kesenjangan sosial/ekonomi. Apabila dikelola dengan baik dan professional, keuangan mikro syariah dan sektor keuangan sosial syariah seperti zakat dan wakaf akan sangat efektif untuk mendukung pencapaian SDGs. Dalam ha ini, Indonesia melalui Bank Indonesia telah menyiapkan core principles untuk zakat dan wakaf, yang diharapkan nantinya akan diadopsi secara internasional. Selanjutnya, keuangan Islam juga memiliki peran penting untuk menyasar pada dampak investasi (impact investment) karena menyediakan transaksi yang transparan dan adil antara para pihak. Banyak aspek dalam impact investment yang sudah tercakup dalam keuangan Islam termasuk masyarakat yang inklusif, kesetaraan, kemitraan, dan keadilan bagi semua.
Beberapa seminar juga secara khusus membahas sukuk sebagai instrumen pembiayaan/investasi syariah yang saat ini sudah berkembang cukup pesat, baik di negara-negara Muslim maupun nonMuslim. Pengalaman beberapa negara termasuk Indonesia, Malaysia, negara-negara Teluk dan anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) lainnya dalam mengembangkan sukuk, baik sukuk negara (sovereign) maupun sukuk korporasi (corporate) menjadi bahasan yang menarik. Uni Emirat Arab, Malaysia dan Indonesia dikenal cukup berhasil dalam memanfaatkan sukuk untuk pembangunan infrastruktur. Di Uni Emirat Arab dan Malaysia, sukuk korporasi sudah berkembang sangat baik dalam mendukung pembangunan infrastruktur; sementara untuk Indonesia masih terbatas pada sukuk negara. Sementara itu, Indonesia diakui secara luas sangat berhasil mengembangkan sukuk untuk program inklusi keuangan melalui penerbitan Sukuk Ritel secara reguler. Saat ini banyak kalangan juga sudah banyak mendiskusikan penerbitan green sukuk dan sustainable and responsible investing sukuk yang akan lebih mendukung impact investment.
Dalam seminar keuangan inklusif, di samping pembahasan mengenai instrumen sukuk ritel, juga diselenggarakan seminar yang secara khusus membahas bagaimana melakukan pemberdayaan bagi wanita dan pemuda melalui keuangan inklusif.
Selain itu, menyadari pentingnya sumber daya manusia dalam mendukung pengembangan keuangan syariah, dilaksanakan pula seminar mengenai human capital development guna mendiskusikan tantangan sumber daya manusia (SDM) syariah terkini di negara-negara berkembang terkait pemberdayaan ekonomi serta solusi terbaik dalam menghasilkan SDM yang kompetitif di tingkat nasional dan global bagi negara-negara berkembang. Salah satu topik yang dibahas adalah kebutuhan adanya roadmap tentang SDM yang kompetitif, intervensi dan kontribusi IDB dalam membangun SDM yang kompetitif termasuk melalui penyediaan beasiswa, serta strategi untuk mendorong pengembangan SDM di industri keuangan syariah.
Sementara itu, isu-isu pembangunan sektoral juga dibahas secara khusus dalam beberapa acara seminar, diantaranya tentang sistem transportasi yang climate friendly, pembangunan infrastruktur yang mendukung konektivitas antar wilayah, energy security, dan manajemen air. Peran asuransi syariah (takaful) dalam mendukung perdagangan dan investasi menjadi topik seminar tersendiri. Terakhir, beberapa acara seminar terfokus pada aspek-aspek kerja sama internasional dan pembangunan kemitraan, khususnya negara-negara anggota IDB dan OKI, seperti kerjasama kemanusiaan dan bagaimana meningkatkan daya tahan (resilience), serta kerjasama teknik melalui reverse linkage. Akhir dari Sidang Tahunan IDB ke-41 tahun ini juga menyetujui penyerahan tongkat estafet kepemimpinan Presiden IDB ke Bandar bin Mohammed Hajjar dari Saudi Arabia.
Bandar bin Mohammed Hajjar sempat menjabat Menteri Urusan Haji Arab Saudi pada tahun 2011 lalu. Sedangkan tuan rumah terpilih untuk penyelenggaraan Sidang Tahunan IDB ke-42 tahun 2017 adalah Bangladesh. (*)
Editor: Paulus Yoga