Jakarta – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) / Indonesia Eximbank terus mendorong ekspor tiga komoditas lokal unggulan untuk bisa menembus pasar global.
Adapun tiga komoditas tersebut yakni kain tenun Palembang, sagu dari Kepulauan Meranti, dan kopi Gayo asal Aceh.
LPEI menilai, produk unggulan seperti tenun Palembang, Sagu dari Kepulauan Meranti, dan Kopi Gayo asal Bener Meriah, Aceh memiliki potensi untuk tembus pasar ekspor dalam dua tahun mendatang.
Untuk mendorong ekspor ketiga komoditas tersebut, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan bersama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menetapkan tiga program Desa Devisa di wilayah Sumatera Selatan, Riau, dan Aceh melalui program Special Mission Vehicle (SMV) Icon pada 29 Agustus 2024 lalu.
Baca juga : Dorong Eksportir Indonesia Garap Pasar Afrika, LPEI Sediakan Fasilitas Ekspor Kawasan
Kepala Kanwil DJKN Sumsel, Jambi, dan Bangka Belitung Kementerian Keuangan, Ferdinan Lengkong mengatakan, program SMV Icon merupakan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomi nasional, dalam hal ini mendorong potensi desa untuk dapat menembus pasar ekspor melalui kegiatan Desa Devisa LPEI.
Inisiasi Desa Devisa ini merupakan langkah strategis yang akan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah, terutama di wilayah Sumatera Selatan, Riau, dan Aceh.
“Desa Devisa dalam program SMV Icon bertujuan untuk meningkatkan ekspor dan penetapan devisa yang berkelanjutan, diharapkan tentunya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga pengrajin serta berperan dalam ekspor global. Program ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat kapasitas ekspor daerah melalui pengembangan produk unggulan desa-desa tersebut,” katanya, dikutip Rabu, 25 September 2024.
Sementara itu, Kepala Departemen Jasa Konsultasi UKM LPEI, Nilla Meidhita mengatakan, Program Desa Devisa bertujuan untuk mendorong ekspor produk lokal, meningkatkan devisa negara, serta kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Baca juga : LPEI Dorong Generasi Muda jadi Entrepreneur Go Global
Dengan pendampingan dan pelatihan yang diberikan oleh LPEI, diharapkan produk-produk UMKM dapat memenuhi standar ekspor dan bersaing di pasar global.
“LPEI memberikan serangkaian pelatihan dan pendampingan holistik sehingga LPEI tidak hanya memberikan pengetahuan yang mendalam kepada peserta, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan ekspor secara lebih terstruktur dan profesional, sekaligus mendukung pengembangan potensi komoditas desa menuju pasar internasional,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah melalui LPEI terus mendorong Desa Devisa untuk meningkatkan ekspor Indonesia. Capaian pemerintah untuk terus mendorong Desa Devisa mulai menuai hasil yang baik.
Sejak 2020 hingga Agustus 2024, akumulasi jumlah Desa Devisa LPEI mencapai 1.545 Desa Devisa yang tersebar di seluruh Indonesia dengan melibatkan 134.918 petani, nelayan,pengrajin, dan warga lainnya.
Di mana, terdapat 23 komoditas ekspor unggulan Desa Devisa antara lain kopi, rumput laut, kakao, gula aren, dan kerajinan.
Adapun, Desa Devisa Tenun Palembang meliputi 6 desa dengan jumlah 20 pengrajin yang mempekerjakan sekitar 300 orang pekerja. Desa Devisa Tenun Palembang memiliki kapasitas produksi 600 lembar kain per tahun dengan omset Rp1,3 miliar.
Melalui program Desa Devisa, LPEI memberikan pendampingan berupa pelatihan peningkatan kualitas produk, pengembangan desain yang sesuai dengan tren pasar global, serta melakukan pendampingan agar tenun Palembang dapat melakukan ekspor ke pasar internasional seperti Amerika Serikat.
Lalu, Desa Devisa Sagu dari Kepulauan Meranti terdiri dari 16 desa dengan melibatkan lebih dari 6.000 petani. Dengan kapasitas produksi mencapai 1.000 ton per bulan, program ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk sagu di pasar internasional melalui peningkatan kualitas, diversifikasi produk, dan penerapan standar mutu global sehingga Desa Devisa Sagu Meranti diharapkan dapat menembus pasar ekspor negara kawasan seperti Malaysia dan Singapura.
Sementara Desa Devisa Kopi Gayo asal Bener Meriah, Aceh, meliputi 220 desa dengan total lahan seluas 192 hektar yang menghasilkan 134,4 ton dengan potensi penjualan mencapai Rp14,1 miliar.
Untuk memperkuat daya saing dan memastikan keberlanjutan, Kementerian Keuangan, LPEI, dan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah telah membentuk Koperasi Panca Gayo Aceh sebagai off-taker kopi gayo untuk dapat menembus pasar kopi dunia.
Diketahui, Capaian pemerintah dalam mendorong ekspor kain tenun, sagu, dan kopi tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh LPEI, Pada tahun 2023, Peningkatan ekspor tenun tertinggi masih dicatatkan dengan negara tujuan ke Arab Saudi (naik USD12,25 juta), Uni Emirat Arab (naik USD10,71 juta), Meksiko (naik USD5,22 juta), India (naik USD4,72 juta), dan Filipina (naik USD1,97 juta).
Indonesia paling banyak mengekspor jenis kain tenun berupa Kain tenunan dari benang filamen sintetik (50,64%), kain tenunan lainnya dari serat stapel sintetik (13,77%) serta kain tenunan dari < 85% serat stapel sintetik, dicampur dengan kapas (8,27%).
Sementara itu, nilai ekspor sagu Indonesia meningkat tajam sebesar 134,40% YoY pada tahun 2023, sejalan dengan volume ekspor yang meningkat 164,86% YoY.
Peningkatan ini terutama dipicu oleh tingginya permintaan dari Tiongkok, Malaysia, Taiwan, Filipina, dan Singapura. Sagu menarik perhatian pasar global karena sifatnya yang non-GMO dan bebas gluten sehingga menarik konsumen yang peduli dengan kesehatan.
Di sisi lain, pada periode Januari-Juni 2024, nilai ekspor kopi meningkat sebesar 10,79% YoY, hal ini menunjukkan adanya pengaruh positif dari kenaikan harga kopi di pasar global.
Ekspor kopi ke sejumlah negara masih mencatatkan peningkatan, tertinggi ke Thailand (naik USD26,75 juta), diikuti ke Filipina (naik USD10,88 juta), Malaysia (naik USD9,02 juta), Uni Emirat Arab (naik USD6,38 juta), dan Armenia (naik USD4,53 juta). (*)