Jakarta – Di tengah ketidakpastian yang masih tinggi, APBN tahun 2023 tetap dioptimalkan sebagai instrumen shock absorber dan menjaga pemulihan ekonomi semakin kuat serta menjaga APBN tetap sehat dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil pembahasan APBN 2023 antara Pemerintah dengan DPR RI dengan mencermati perkembangan perekonomian terkini serta prospek perekonomian ke depan, asumsi dasar ekonomi makro disepakati relatif sama, kecuali untuk asumsi inflasi, nilai tukar rupiah dan lifting gas yang sedikit mengalami penyesuaian.
“Kita pastikan kita harus siapkan buffer untuk antisipasi ketidakpastian yang masih akan cukup tinggi di tahun 2022 maupun 2023, penguatan pondasi untuk konsolidasi dan keberlanjutan fiskal jangka menengah harus tetap kita jaga. Dalam konteks inilah, kita harus bisa memastikan bahwa daya beli masyarakat tetap terjaga akan tetapi di sisi lain APBN-nya juga tetap semakin sehat,“ jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi, dikutip 16 September 2022.
Dia merinci, inflasi tahun 2023 disepakati sedikit meningkat dari semula 3,3% menjadi 3,6% dengan mempertimbangkan tekanan inflasi global yang diperkirakan masih tinggi, serta volatilitas dan ketidakpastian dari pergerakan harga komoditas global. Untuk nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, berubah dari semula Rp14.750/US$ menjadi Rp14.800/US$, terutama mempertimbangkan masih tingginya ketidakpastian prospek ekonomi global serta masih ketatnya kondisi likuiditas global.
“Pemerintah dan DPR juga menyepakati asumsi harga minyak mentah Indonesian Crude Price (ICP) tetap berada pada level US$90/Barel, dengan pertimbangan bahwa harga komoditas di tahun 2023 akan mengalami moderasi dibandingkan tahun ini, sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi global yang mengalami pelemahan,” katanya.
Sementara itu, dengan mempertimbangkan masih adanya peluang untuk mendorong peningkatan, lifting migas juga sedikit dinaikkan dari sebelumnya 1,050 (BOEPD) menjadi 1,100 (BOEPD).
Kemudian, lanjut Febrio, target pendapatan negara disepakati menjadi Rp2.463,0 triliun naik sebesar Rp19,4 triliun dari RAPBN 2023 yang sebesar Rp2.443,6 triliun. Penerimaan perpajakan tahun 2023 menjadi sebesar Rp2.021,2 triliun atau lebih tinggi Rp4,3 triliun dari target perpajakan yang diusulkan dalam RAPBN 2023.
“Kenaikan target penerimaan perpajakan tersebut didapatkan dari hasil usaha lebih (extra effort) penerimaan pajak sebesar Rp2,9 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp1,4 triliun,” ungkapnya.
Sedangkan penerimaan PNBP meningkat Rp15,1 triliun, yang terdiri dari Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) naik Rp7,2 triliun, Penerimaan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) naik Rp5,0 triliun serta Pendapatan PNBP lainnya naik Rp2,9 triliun.
Baca juga: Jokowi Tetapkan Belanja Negara Rp3.041,7 Triliun di RAPBN 2023
Alokasi subsidi energi tahun 2023 ditetapkan sebesar Rp212,0 triliun atau naik Rp1,3 triliun dibandingkan dalam RAPBN 2023, sedangkan kompensasi energi (BBM dan listrik) masih akan dibahas lebih lanjut. Kebijakan subsidi terus didorong agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan, namun tetap diselaraskan dengan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat, serta dilakukan pada momentum yang tepat.
“Dengan kesepakatan kesepakatan tersebut, APBN tahun 2023 dalam postur sementara tetap didorong menjaga komitmen konsolidasi fiskal, dengan defisit sebesar Rp598,2 triliun atau (2,84% PDB),” tutupnya. (*) Irawati