Sektor Perbankan Masih Dominan, Ini Tantangan Dewan Komisioner OJK Periode Mendatang

Sektor Perbankan Masih Dominan, Ini Tantangan Dewan Komisioner OJK Periode Mendatang

Jakarta – Pemerintah akan segera memilih anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk periode 2022–2027. Menanggapi hal ini, Sigit Pramono, salah satu calon ketua OJK peringkat pertama yang tidak terpilih dari 7 posisi di anggota Dewan Komisioner OJK periode sebelumnya mengungkapkan Dewan Komisioner OJK yang baru akan memiliki banyak pekerjaan rumah.

Salah satunya adalah soal normalisasi kebijakan di tengah masa pemulihan pandemi. Ia mengibaratkan normalisasi kebijakan di tengah pandemi layaknya seorang pasien yang memiliki kolesterol tinggi.

“Sektor keuangan kita sekarang ini sebetulnya kan seperti orang yang kolesterol nya tinggi, tetapi tetap terlihat sehat karena minum obat penurun kolesterol (kebijakan insentif/kelonggaran selama pandemi). Kalau obat dihentikan bisa jadi akan melejit semua angka kolesterolnya. Lemak darah (NPL) akan naik semua. Bisa jadi akan banyak yang terkena serangan jantung dan ‘stroke’,” jelas Sigit ketika dihubungi Infobank, 31 Desember 2021.

Sigit Pramono menambahkan, normalisasi kebijakan pasca pandemi akan jadi tantangan besar dari Ketua OJK. Kepengurusan baru harus mampu menjaga stabilitas tingkat NPL di tengah tren pemulihan sembari mencabut satu persatu kebijakan dan insentif.

Adapun OJK mencatat hingga akhir tahun stabilitas industri jasa keuangan nasional masih terpantau stabil. Kondisi ini didorong oleh terkendalinya pandemi Covid 19, pulihnya mobilitas dan meningkatnya kegiatan perekonomian.

Pada industri perbankan, mayoritas sektor utama kredit mencatatkan kenaikan terutama pada sektor pengolahan dan rumah tangga masing-masing sebesar Rp24,9 triliun dan Rp9,1 triliun. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,48% yoy atau 9,98% ytd.

Restrukturisasi kredit Covid-19 masih melanjutkan tren penurunan di November 2021 dengan kredit restrukturasi Covid-19 tercatat sebesar Rp693,62 triliun (Oktober 2021: Rp714,01 triliun). Jumlah debitur restrukturisasi Covid juga menurun dari 4,4 juta debitur menjadi 4,2 juta debitur.

Profil risiko lembaga jasa keuangan pada November 2021 juga masih terjaga dengan rasio NPL net tercatat turun menjadi 0,98% (NPL gross: 3,19%) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan tercatat sebesar 3,92%.

Sektor Perbankan Tetap Dominan

Meski demikian, menurut catatan Infobank Institute, pengawasan sektor perbankan dinilai berhasil, karena tidak ada bank yang tutup karena kesulitan, bahkan sejumlah bank bermasalah diselesaikan dalam kurun waktu hingga akhir tahun 2021 ini. Tidak ada gejolak perbankan yang mengganggu sektor keuangan, perbankan dalam kondisi sound dengan likuiditas yang melimpah dan permodalan yang kuat. Sektor perbankan relatif lebih tenang dibandingkan gonjang ganjing asuransi dengan unitlink yang belum dapat dituntaskan.

Masih menurut catatan Infobank, perbankan selama pandemi Covid di 2020 dan 2021 banyak sekali burden sharing risiko mulai dari pemberian fasilitas restrukturisasi kepada debitur, pembiayan untuk pembelian atau pengadaan vaksin, vaksin massal untuk mengejar target 1,5 -2 juta perhari dan untuk percepatan _herd immunity_ masyarakat. Juga, pembiayaan industri strategis dan pertumbuhan kredit sekitar 4%. Pembelian Surat2 Berharga sebesar Rp1.800 triliun yang sebagian besar SBN untuk program PEN

Itu artinya, kontribusi perbankan paling besar dalam menyukseskan program PEN. Kalaupun transakai besar di pasar modal itupun sebagian besar dari transakai right isu perbankan yg didorong tambah modal dan konsolidasi. Jadi, sektor perbankan masih dominan dengan penguasaan aset sebesar 83 persen terhadap sektor keuangan yang diawasi oleh OJK, sementara pasar modal berkembang karena sektor perbankan yang melakukan right issue. (*)

Related Posts

News Update

Top News