Kondisi tersebut, juga membuat sektor manufaktur menjadi terbatas untuk mendapatkan sumber pembiayaan dari perbankan. Bahkan kondisi perekonomian global yang saat ini masih lemah, juga berdampak kepada perekonomian nasional dan memberikan efek ke permintaan (demand) kredit.
“Kalau kita liat lebih dalam lagi, karena ekonomi dunia yang lemah, kedua, harga komoditi yang belum membaik, dan ada kecenderungan kredit masalah yang tinggi dan itu membuat perbankan lebih hati-hati menyalurkan kreditnya,” ucapnya.
Kendati demikian, BI memiliki berbagai upaya untuk mendorong pengembangan sektor industri manufaktur di Indonesia. Akan tetapi, pihaknya belum berencana untuk mengeluarkan kebijakan agar perbankan bisa menyalurkan berapa persen ke sektor manufaktur dari total kreditnya. “Kita belum ada rencana minimum alokasi kredit ke sektor manufaktur,” tegas Agus.
Samentara salah satu upaya BI untuk mendorong pengembangan sektor manufaktur yakni terkait Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) yang difokuskan pada upaya meningkatkan nilai tambah SDA. Dan mendorong keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan, serta menjadikan Indonesia sebagai negara industri tangguh. (*)
(Baca juga: Pemulihan Ekonomi Akan Berlanjut di 2017)
Editor: Paulus Yoga