Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai sektor jasa keuangan nasional masih terjaga dan stabil dalam menghadapi peningkatan ketidakpastian global. Hal ini tercermin oleh terjaganya permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai dan profil risiko yang terjaga.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, kondisi ini meningkatkan optimisme bahwa sektor jasa keuangan mampu memitigasi risiko dari meningkatnya ketidakpastian global.
“Baik dari apa yang kita kenal dengan terminologi higer for longer suku bunga global, maupun juga peningkatan tensi geopolitik,” ujar Mahendra dalam konferensi pers RDK, Senin 30 Oktober 2023.
Lebih lanjut, kata Mahendra, kinerja perekonomian di Amerika Serikat (AS) mulai menunjukan penguatan. Hal tersebut didorong oleh pasar tenaga kerja yamg terus membaik dan tekanan inflasi tetap ataupun persisten tinggi.
Baca juga: Ekonomi Global Makin Tak Pasti, OJK Minta Perbankan Lakukan Ini
Pertumbuhan ekonomi di AS pada kuartal III 2023 tercatat meningkat sebesar 4,9 persen, dibandingkan dengan kuartal I 2023 di level 2,1 persen.
“Hal ini mendorong meningkatnya sell off atau aksi jual di pasar obligasi AS, sejalan dengan meningkatnya ekspektasi suku bunga dari higer for longer dan juga peningkatan pasokan obligasi pemerintah AS atau US treasury untuk membiayai defisit dari AS,” pungkasnya.
Sementara itu, risiko geopolitik global semakin meningkat seiring dengan konflik di Gaza yakni, antara Israel dan Hamas yang berpotensi mengganggu perekonomian dunia secara signifikan, terutama jika terjadi eskalasi di Timur Tengah yang lebih luas.
Kemudian, di Eropa, kinerja ekonomi diprediksi masih mengalami stagflasi. Sementara itu, di Tiongkok pemulihan ekonomi masih belum sesuai harapan dan kinerja ekonomi yang masih di level pandem. Ini tentu meningkatkan kekhawatiran bagi pemulihan perekonomian global.
“Selain itu, kenaikan yield surat utang di Amerika Serikat telah meningkatkan tekanan outflow atau keluarnya modal dari pasar emerging market termasuk Indonesia dan mendorong Perumahan terutama di pasar nilai tukar mata uang dan pasar obligasi secara cukup signifikan,” ungkapnya.
Di sisi lain, volatilitas di pasar keuangan baik di pasar saham, obligasi dan nilai tukar juga dalam tren yang meningkat. Di perekonomian domestik tingkat inflasi tercatat sebesar 2,28 persen yoy, sejalan dengan ekspektasi pasar 2,2 persen.
“Namun, perlu dicermati tren kenaikan inflasi bahan makanan, terutama komoditas beras dan gula, ditengah potensi penurunan produksi global akibat El-Nino,” imbuhanya
Secara umum, daya beli masyarakat masih tertekan yang tercermin dari inflasi inti yang kembali turun serta penurunan indeks kepercayaan konsumen dan kinerja penjualan ritel yang rendah.
Namun demikian, kinerja sektor korporasi relatif masih baik dilihat dari angka manufaktur yang terus berada di zona ekspansif dan neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus.
Baca juga: Gelar Puncak Bulan Inklusi Keuangan di Yogyakarta, OJK Fokus Perluas Akses Keuangan
Di samping itu, tambah Mahendra, Indonesia secara resmi telah diterima menjadi anggota penuh atau full member dari Financial Action Task Force (FATF), sebagaimana ditetapkan dalam plennary meeting FATF pada 25 Oktober 2023.
“Capaian ini merupakan tentu saja hasil kerjasama yang baik antara PPATK dan seluruh Kementerian lembaga terkait termasuk OJK, yang menunjukkan sektor jasa keuangan nasional telah secara komprehensif memenuhi standar internasional dalam penerapan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, serta pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal,” terangnya.
Kedudukan sebagai anggota penuh FATF itu menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara anggota G-20 lainnya, dengan integritas sistem keuangan yang semakin kuat.Sehingga, akan meningkatkan kepercayaan masyarakat termasuk masyarakat internasional terhadap integritas sektor keuangan Indonesia yang pada gilirannya akan berdampak positif pada peningkatan perekonomian nasional. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra