Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengungkapkan, ada berbagai kendala yang dihadapi dalam mengadopsi kendaraan listrik di Tanah Air.
“Stasiun pengisian daya (charging station) tidak banyak. Karena terkadang orang yang hendak membeli kendaraan listrik takut tidak menemukan stasiun pengisian saat melakukan perjalanan jauh,” kata Suwandi di Jakarta (25/9).
Diakuinya, saat ini jumlah charging station untuk kendaraan listrik di Indonesia masih minim. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), jumlah stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Tanah Air sebanyak 842 unit per 18 April 2023. Jumlah itu tersebar di 488 lokasi.
Baca juga: 5 Rekomendasi Motor Listrik Murah, Harga Mulai Rp8 Jutaan
Seluruh SPKLU tersebut, adalah gabungan dari milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, instalasi privat di lokasi publik, serta charging station kendaraan umum.
Namun sayangnya, berdasarkan riset IESR dalam laporannya berjudul “Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023”, jumlah SPKLU yang terpasang itu masih sekitar 20 persen di bawah terget pemerintah.
Selain itu, SPKLU tidak terdistribusikan dengan lantaran lebih dari 88 persen berlokasi di Jawa dan Bali Adapun, wilayah Sumatra hanya 5,6 persen dari total SPKLU yang terpasang, Sulawesi 2,6 persen, dan Kalimantan 2,3 persen.
“Saya tahu pemerintah sekarang sedang bersiap untuk membangun stasiun pengisian daya dan masyarakat bisa mengisi dayanya di rumah,” terangnya.
Alih-alih melakukan pengisian daya di rumah, maka setidaknya kebutuhan listrik untuk motor listrik saja mayoritas 900 watt, sedangkan untuk mobil listrik 6.000 watt.
“Sebagian besar pelanggan kami yang beli sepeda motor, mungkin di rumahnya hanya punya daya 450 watt dan mobil 6.000 watt. Jadi, mereka perlu meningkatkan pemasangan lebih banyak watt untuk mengisi dayanya.
Selain minimnya charging station, proyek kendaraan listrik kata dia juga dibenturkan dengan harga jual yang mahal, jaminan purna jual baterai hingga pengangan limbah baterai.
“Kalau baterai kendaraan listrik mati mau dikemanakan, sebab penanganan limbahnya harus diperhatikan karena akan ada beberapa masalah lingkungan ke depanya,” bebernya.
Baca juga: Prospek Mobil Listrik vs Mobil BBM, Siapa yang Bakal Berjaya?
Oleh karena itu, pemerintah harus bener-benar memberikan solusi dari semua kendala yang ada. Pasalnya, sebagai perusahaan pembiayaan selagi permintaan bisnis kendaraan listrik berjalan maka asosiasi siap mendukung sisi pembiayaan.
“Ketika bisnisnya ada, permintaan ada, maka kami siap melakukan itu. Jadi, ini menjadi tonggak sejarah pembiayaan kendaraan listrik oleh perusahaan pembiayaan,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama