Jakarta – Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan sususan kabinet barunya, hari ini, Rabu, 23 Oktober 2019. Yang menarik, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno diganti dengan Erick Thohir.
Pasalnya Rini Soemarno sejauh ini masih meningalkan banyak Pekerjaan Rumah (PR) di Kementrian BUMN yang belum kelar bertahun-tahun. Tentunya hal ini menjadi beban tersendiri buat Menteri BUMN baru.
Apa saja PR Besar besar Rini Soemarno yang belum tuntas diselesaikan, selama menjabat sebagai Menteri BUMN? Berikut uraiannya:
1 Penyelesaian Kisah Tragis PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS)
Perusahaan pelat merah ini selalu mencatat kinerja negatif bertahun-tahun dan sampai era Rini Soemarno berakhir, masih mengalami kerugian.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2019, emiten berkode saham KRAS ini membukukan pendapatan bersih US$702,05 juta atau turun 17,82% secara tahunan. Pendapatan yang tertekan berasal dari penjualan produk baja di pasar lokal yang turun 28,38% menjadi US$523,79 juta.
Hasilnya, rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk jadi membengkak dari US$16,01 juta pada semester I/2018 menjadi US$134,95 juta pada semester I/2019.
Bahkan, Direktur Utama KRAS Silmy Karim pernah mengatakan perseroan menargetkan efisiensi atau perampingan sekitar 2.400 karyawan organik di perusahaan induk hingga tahun depan, baik itu melalui natural retirement,pengalihan tenaga kerja ke anak perusahaan, maupun program pensiun dini.
Sudah jatuh, tertimpa tangga. Perusahaan masih mencatat kinerja jeblok, kasus korupsi terjadi di tubuh KRAS, setelah Direktur Teknologi PT Krakatau Steel, Wisnu Kuncoro, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Ironisnya, Kuncoro sudah bergaji besar dan punya harta yang berlimpah. Dia juga menjadi tersangka saat momen pernikahan anaknya. Kuncoro ditangkap KPK di kawasan Tangerang Selatan pada Jumat (22/3/2019).
2 Memperbaiki Nasib Asuransi Jiwasraya
BUMN sektor keuangan yakni PT Asuransi Jiwasraya (Perseroan) masih menghadapi masalah. Jiwasraya sempat menunda pembayaran klaim produk saving plan yang dijual melalui tujuh bank mitra (bancassurance). Nilai total pembayaran klaim yang tertunda sebesar Rp802 miliar sampai 10 Oktober 2018.
Bahkan, Kementrian BUMN sempat meminta pemegang polis untuk bersabar, karena pemerintah masih mencari solusi penyehatan keuangan perusahaan.
3 Mendorong Kinerja BUMN Farmasi PT Indofarma Tbk (INAF) Lebih Baik
PT Indofarma Tbk (INAF) masih mengalami kerugian dalam 3 tahun terakhir. Dalam setahun ini saham INAF pun telah turun sebanyak 80,36% dari Rp5.500 di awal tahun, jadi Rp1.080 pada perdagangan Jumat, 18 Oktober 2019.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2019, INAF masih membukukan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp24,35 miliar. Hal tersebut seiring penurunan pendapatan sebesar 12,04 persen.
Perusahaan farmasi ini hanya membukukan penjualan bersih senilai Rp368,81 miliar atau turun 12,04 persen dari Rp419,29 miliar pada semester I/2018.
Kementerian BUMN pun akan menyelesaikan pembentukan induk usaha (holding) BUMN farmasi, agar kinerja perusahaan pelat merah farmasi bisa membaik. Nantinya PT Bio Farma (Persero) akan ditunjuk sebagai induk usaha membawahi Kimia Farma dan Indofarma.
4 Menghilangkan Praktek Korupsi di Perusahaan BUMN
Masalah korupsi sering kali terjadi di perusahaan BUMN. Hal ini tentu menjadi aib buat kementrian BUMN yang nota bene selaku pemegang saham mayoritas, yang punya hak paling besar dalam menentukan pengurus perusahaan.
Era kepeminpinan Rini, banyak sekali para direksi pelat merah yang tersandung kasus korupsi. Untuk tahun ini saja beberapa direksi telah terjaring oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebut saja Direktur Utama (Dirut) PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI), Darman Mappangara (DMP).
Darman ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus suap pengadaan proyek Baggage Handling System (BHS).
Darman diduga bersama-sama dengan staf PT INTI, Taswin Nur memberi suap kepada Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Y Agussalam untuk mengawal agar proyek BHS digarap oleh PT INTI.
Bahkan sebelumnya KPK telah menetapkan status tersangka atas dugaan korupsi Dirut PTPN III, Dolly Pulungan dan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo), Risyanto Suanda dan jajaran direksinya.
Praktek korupsi di BUMN ini memalukan masyarakat yang sedang memerangi korupsi dan masih saja ada direksi BUMN yang main tilep duit negara.
Sayangnya Rini belum bisa menghilangkan praktek korupsi di perusahaan pelat merah, hingga akhir kepemimpinannya di kementrian BUMN. (*)