Saatnya Suku Bunga Acuan Turun Lagi?

Saatnya Suku Bunga Acuan Turun Lagi?

oleh Agung Galih Satwiko

 
PASAR saham Asia hari Kamis, 11 Februari 2016 umumnya ditutup melemah mengikuti pelemahan pada hari-hari sebelumnya. Indeks Hang Seng dan KOSPI yang baru dibuka hari ini langsung melemah mengikuti pelemahan bursa lain pada hari-hari sebelumnya. Indeks Hang Seng Hongkong turun 3,85%, KOSPI Korea turun 2,93%, STI Singapura turun 1,70%, sementara Australia ASX naik 0,95%. Bursa saham China dan Taiwan libur selama seminggu, sementara bursa saham Jepang libur hari ini. Pasar Eropa turun signifikan karena investor khawatir akan lemahnya pertumbuhan ekonomi global yang berpotensi mengarah ke resesi global. Investor juga mencemaskan terus turunnya harga minyak dunia. FTSE 100 Inggris turun 2,39%, DAX Jerman turun 2,93%, CAC 40 Perancis turun 4,05% dan IBEX 35 Spanyol turun 4,88%. Pasar ekuitas US ditutup melemah seiring pelemahan pasar keuangan global dan turunnya harga minyak. Pernyataan Yellen bahwa the Fed mempertimbangkan kemungkinan tingkat bunga negatif di US tidak membantu meningkatkan sentimen pelaku pasar. DJIA turun 1,60%, S&P 500 index turun 1,23%, dan NASDAQ composite turun 0,39%. Secara teknikal, DJIA telah memasuki periode downtrend. Pagi ini pasar Asia dibuka melemah, Nikkei turun 3,98% dan Kospi Korea turun 0,63% (08.15 WIB).

Pemerintah Indonesia mengumumkan kebijakan ekonomi jilid X, yang secara umum melakukan perubahan terhadap Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, atau lebih dikenal sebagai peraturan mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI). Dalam paket kebijakan tersebut antara lain terdapat penambahan 19 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKM, mengeluarkan 35 bidang usaha dari DNI (seperti industri pariwisata, industri perfilman, pengusahaan jalan tol), dan membuka 20 bidang usaha untuk asing dengan besaran tertentu yang sebelumnya 100% PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Perubahan komposisi PMA (Penanaman Modal Asing dalam DNI) antara lain untuk industri cold storage, restoran dan bar, bahan baku obat, pengusahaan jalan tol diperbolehkan 100% PMA. Tujuan paket kebijakan jilid X kali ini adalah untuk meningkatkan perlindungan terhadap UMKMK, juga untuk memotong mata rantai pemusatan ekonomi yang selama ini dinikmati oleh kelompok tertentu. Dengan demikian harga-harga bisa menjadi lebih murah, misalnya harga obat dan alat kesehatan.

Dalam pidatonya pada hari kedua di depan parlemen US, Janet Yellen menyampaikan paling tidak empat pesan: (i) the Fed tengah mengkaji dampak dan kemungkinan tingkat bunga negatif di US, (ii) the Fed memperhatikan apreasiasi mata uang USD dan mempertimbangkan hal tersebut dalam kebijakan moneternya, (iii) the Fed terkejut dengan pelemahan harga minyak, ditengarai tidak hanya karena oversupply namun juga karena faktor turunnya permintaan, dan (iv) volatilitas di pasar global pada tahun 2016 ini tidak disebabkan oleh kebijakan peningkatan Fed Fund rate pada bulan Desember lalu, namun karena kombinasi turunnya harga minyak dan pelemahan ekonomi China. Yellen menyebutkan bahwa meskipun the Fed masih yakin akan solidnya perekonomian US tahun ini, namun kemungkinan terjadinya resesi tetap saja dapat terjadi. Future implied probability kenaikan tingkat bunga US pada FOMC meeting tanggal 16 Maret 2016 turun dari 49,7% pada awal tahun ini menjadi 0% kemarin. Bahkan kemungkinan kenaikan Fed Fund rate tahun ini di kisaran 0% – 11,2%, turun jika dibandingkan awal tahun yang berada di kisaran 49,7% – 92,2%. Pasar justru mulai mempertimbangkan kemungkinan penurunan Fed Fund rate.

JP Morgan meningkatkan porsi Ukraina, Argentina, Indonesia dan Sri Lanka menjadi overweight dari marketweight dalam Emerging Market Bonds Index Global Diversified (EMBIGD). Peningkatan porsi Indonesia disebabkan oleh fundamental ekonomi yang lebih solid dan juga potensi kenaikan credit rating dari S&P. Di sisi lain, JP Morgan menurunkan porsi Kenya, Mexico dan Peru dari overweight ke marketweight. Bagi Indonesia peningkatan porsi investasi dalam EMBIGD akan berdampak pada peningkatan permintaan atas SBN, karena EMBIGD menjadi salah satu acuan (benchmark) bagi fund manager global.

Sweden’s Riksbank (bank sentral Swedia) kemarin menurunkan tingkat bunga acuan dari minus 0,35% menjadi minus 0,50% dan menyatakan akan terus menurunkan tingkat bunga acuan jika diperlukan. Langkah ini dilakukan untuk melemahkan nilai tukar Swedish Kronor dalam rangka meningkatkan inflasi dan meningkatkan perekonomian.  Langkah Swedia semakin menunjukkan bahwa bank sentral Negara maju ke depan akan terus menggunakan instrumen tingkat bunga negatif dalam rangka meningkatkan ekonominya. Jika hal ini dilakukan oleh banyak Negara, maka perlombaan ke arah tingkat bunga yang semakin negatif akan semakin intens (race to the bottomless bottom).

Harga minyak dunia ditutup turun, meskipun Menteri Energi Uni Arab Emirat menyebutkan bahwa OPEC siap untuk bekerja sama dalam menurunkan output produksi minyak. Pada perdagangan kemarin, WTI crude Nymex untuk pengiriman Maret turun USD1,24 (4,5%) ke level USD26,21 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman April turun USD0,78 (2,5%) ke level USD30,06 per barrel.

Yield UST turun seiring dengan sentiment investor untuk membeli safe haven asset. Yield UST 10 year turun 6 bps ke level 1,64%, penurunan dalam enam hari perdagangan berturut-turut. Sementara UST 30 year turun 3 bps ke level 2,50%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 62 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Sementara di Eropa yield German bund tenor 10 tahun turun 6 bps ke level 0,18%.

Pasar SUN hari Kamis ditutup menguat, yield SUN tenor 10 tahun turun 5 bps ke level 7,95%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 79 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG ditutup naik 43,37 poin (0,92%) ke level 4.775,86. IHSG terus naik dan selalu berada di teritori positif sejak pukul 09.00. Year to date IHSG membukukan peningkatan indeks sebesar 3,98% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Asing membukukan net buy sebesar Rp0,88 triliun, sehingga year to date asing membukukan net buy sebesar Rp1,49 triliun. Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah tipis, turun Rp8 ke level Rp13.463 per dolar AS. NDF Rupiah 1M melemah Rp63 ke level Rp13.565 per USD. Pelemahan di NDF berpotensi membuat nilai tukar Rupiah di pasar spot hari ini akan bergerak melemah. Persepsi risiko meningkat, CDS spread 5Y naik 14 bps ke level 265.

Pasar keuangan global kemarin umumnya melemah seiring dengan sentimen flight to quality. Investor melihat perekonomian global semakin melambat. Harga minyak yang terus turun semakin meningkatkan sentimen negatif ini. Pidato Yellen pada hari kedua yang cukup dovish tidak mampu memperbaiki sentimen negatif investor. Di tengah volatilitas pasar keuangan global, baik bursa saham Indonesia maupun yield SBN justru menunjukkan penguatan. Terlebih dengan membaiknya persepsi investor terhadap fundamental perekonomian Indonesia. Rangkaian afirmasi credit rating agency, hingga berita peningkatan porsi Indonesia dalam JP Morgan EMBIGD, diperkirakan akan terus membuat dana asing masuk ke pasar keuangan Indonesia.

Namun demikian terdapat ancaman dan tantangan bagi Indonesia. Masuknya dana asing yang sedemikian ke Indonesia akan mendorong penguatan Rupiah. Penguatan Rupiah yang terlalu cepat, terlebih jika Rupiah menguat melampaui fundamentalnya, akan berdampak negatif terhadap tingkat kompetitif produk ekspor. Terlebih saat ini banyak Negara justru menurunkan tingkat bunganya untuk melemahkan nilai tukar dan mendorong ekspor untuk meningkatkan perekonomian. Memang benar bahwa kontribusi ekspor dalam perekonomian Indonesia tidak dominan (konsumsi mendominasi pertumbuhan ekonomi Indonesia), namun pelemahan ekspor akan memukul industri dan berpotensi meningkatkan PHK yang tentunya akan berdampak pada keresahan sosial. Penguatan Rupiah juga berpotensi mendorong inflasi (imported inflation) dan berpotensi memperlebar defisit transaksi berjalan Indonesia.

Dari sisi pasar SBN domestik, masuknya investor asing telah mengesampingkan peran investor domestik yang seharusnya menjadi tulang punggung investor alami SBN. Berdasarkan data per 10 Februari 2016, kepemilikan asing di SBN oleh investor asing secara neto naik Rp30,69 triliun year to date, sementara kenaikan SBN Rupiah yang dapat diperdagangkan hanya sebesar Rp33,6 triliun year to date. Artinya lebih dari 90% peningkatan SBN secara neto (di antaranya melalui lelang/ penerbitan SBN Rupiah) ditopang oleh investor asing. Investor domestik hanya berperan kurang dari 10% dalam menyerap penambahan SBN Rupiah year to date. Masuknya investor asing telah membuat yield SBN Rupiah turun signifikan. Semua hal di atas semakin menyulitkan upaya mengembangkan investor domestik SBN dan mengembangkan kemandirian pasar keuangan Indonesia. Dana asing yang masuk juga berpotensi merusak saat terjadi sudden reversal di masa mendatang. Mungkin ini saatnya BI untuk menurunkan tingkat bunga acuan BI rate, agar dana asing yang masuk ke Indonesia lebih termoderasi? (*)

Related Posts

News Update

Top News