Jakarta – Langkah Bank Indonesia (BI) yang telah menaikkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebanyak 150 basis points (bps) menjadi 5,75 persen hingga September 2018, sepertinya belum mampu membantu penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Bahkan, BI diprediksi masih akan menaikkan kembali suku bunganya.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Research Analyst FXTM Lukman Otunuga, dalam risetnya, di Jakarta, Jumat, 5 Oktober 2018. Menurutnya, arah pergerakan nilai tukat rupiah terhadap dolar AS selama ini sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, sehingga prospek jangka pendek hingga menengah masih tetap bearish.
“Asumsi ini berdasarkan fakta bahwa rupiah tetap terperosok walaupun Bank Indonesia telah meningkatkan suku bunga sebanyak lima kali sejak Mei tahun ini,” ujarnya.
Pergerakan rupiah kembali mencatatkan rekor terendah, atau merosot ke level yang tak pernah tersentuh sejak krisis finansial 1998. Pada hari ini (5/10) nilai tukar rupiah dibuka melemah 11 poin atau 0,07 persen di level Rp15.190 per dolar AS. Bahkan, rupiah sempat melemah 13 poin atau 0,09 persen ke level Rp15.192 per dolar AS sekira pukul 08.13 WIB.
“Dari aspek teknis, nilai tukar rupiah tetap sangat bullish di grafik harian. Penutupan harian di atas Rp15.000 dapat memicu kenaikan menuju Rp15.300 per dolar AS, bahkan lebih,” ucapnya.
Diriny mengungkapkan, depresiasi rupiah dipicu oleh ketegangan dagang AS-China yang memburuk, kenaikan harga minyak, dan dolar AS yang secara umum menguat. Prospek kenaikan suku bunga AS berpotensi mempercepat arus keluar modal dari pasar berkembang, sehingga mata uang rupiah tetap rentan mengalami sentimen negatif.
“Ekspektasi akan semakin besar bahwa Bank Indonesia akan kembali meningkatkan suku bunga untuk menolong rupiah, namun ini sepertinya tak dapat membantu banyak untuk membatasi penurunan nilai rupiah,” tutupnya. (*)