Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Infobank
ANJLOKNYA nilai tukar rupiah bikin pelaku bisnis deg-degan. Nilai mata uang kebanggaan Indonesia hari ini Rp16.196 per US$ dan sempat keok hingga menembus Rp16.269,90 per US$1 pada 22 April 2024. Terlemah dalam empat tahun terakhir. Atau merosot 5,71% dari posisi awal tahun 2024 yang sebesar Rp15.390 per US$1. Para pelaku bisnis pun nelangsa, terutama sektor manufaktur yang umumnya mengandalkan bahan baku impor. Naiknya nilai dolar AS akan meningkatkan ongkos produksi sehingga sehingga mempengaruhi harga jual produknya.
Naiknya harga jual membuat produk menjadi sulit bersaing di pasar global yang sudah mengalami pelemahan sejak tahun lalu. Begitu pula di pasar domestik, dimana rakyat yang sudah “gering” karena meroketnya harga sembako sejak awal tahun. Apalagi, masa “bulan madu” pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan Gigran Rakabumingraka sudah berakhir dan rakyat kembali menghadapi realita hidup yang penuh kesulitan.
Segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang biasanya mampu bertahan di tengah masa sulit kini pun mengalami tekanan. Karena indeks likuiditas dan rentabilitas UMKM menurun, “raja UMKM” seperti Bank Rakyat Indonesia bahkan harus menggeser ekspansi kreditnya ke segmen korporasi untuk mendongkrak kreditnya tahun ini.
Sementara, menurut Biro Riset Infobank, kantong kelas menengah bakal digerogoti oleh tiga hal. Satu, kenaikan harga-harga barang-barang sekunder maupun tersier karena naiknya US$. Dua, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan naik menjadi 12%. Tiga, kenaikan cicilan rumah dan mobil seiring dengan naiknya suku bunga pinjaman. Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 6,25% pada akhir April lalu yang berpotensi menaikkan suku bunga kredit oleh bank-bank.
Sejumlah analis menyebutkan, jika naiknya US$ dan suku bunga menyebabkan permintaan pasar sehingga menurunkan penjualan bisnis, pengusaha akan mengurangi tingkat utilisasinya. Jika utilisasinya jauh di bawah batas ekonomisnya, menutup operasi akan menjadi pilihan rasional dibanding harus menelan kerugian. Akibatnya, perusahaan harus merumahkan pegawai dan jika ketidakpastian terus berlangsung maka bisa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurut survei kegiatan usaha yang dilakukan BI, kapasitas produksi terpakai juga telah mengalami penurunan dari 75,17% pada kuartal ketiga 2023 menjadi 73,91% pada kuartal keempat 2023, kemudian menjadi 72,33% pada kuartal satu 2024.
Melambatnya pengeluaran kelas menengah telah dirasakan industri otomotif nasional yang memiliki kapasitas produk di atas 2 juta unit namun penjualannya hanya di kisaran 1 juta unit setahun. Sepanjang 2023, penjualan mobil nasional merosot 4% menjadi 1,005 juta unit. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia kembali mencatat penurunan penjualan mobil pada bulan pertama 2024 yang hanya 215.069 unit, lebih rendah dari periode yang sama 2023 yang mencapai 282.125 unit.
Pada periode yang sama terjadi perlambatan pertumbuhan konsumsi masyarakat dari 4,94% pada 2022 menjadi 4,82% pada 2023. Menurunnya daya beli Masyarakat sangat mempengaruhi pertumbuhan produk domestic bruto (PDB) yang 53%-54% disumbang oleh konsumsi rumah tangga.
Padahal, kinerja korporasi dan rumah tangga terutama kelas menengah sangat penting untuk mendukung pertumbuhan kinerja perbankan. Biro Riset Infobank pun memperkirakan perlambatan pertumbuhan kredit bakal berlanjut dari 11,3% pada 2022, 10,38% pada 2023, dan menjadi single digit pada 2024. Para bankir akan lebih berhati-hati mengucurkan kreditnya di tengah nilai tukar rupiah yang meleleh dan bisa berdampak kepada inflasi dan fiskal.
Seperti apa dampak melelehnya nilai tukar rupiah bagi kinerja dunia usaha dan industri perbankan pada 2024? Akankah bank-bank menaikkan suku bunga kreditnya setelah musim dana murah sudah berlalu? Apa yang harus dilakukan para bankir menghadapi ketidakpastian global yang terus berlanjut? Bank-bank mana saja yang berhasil dalam pelayanan prima bank-bank di tengah melelehnya nilai tukar rupiah menurut hasil survei Banking Service Excellence Monitor 2024? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 553 Mei 2024! (KM)