Jakarta – Nilai tukar rupiah diproyeksikan mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat kekhawatiran pasar terhadap perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump.
Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra menjelaskan, penerapan tarif impor oleh Trump dapat berdampak pada kenaikan harga atau inflasi, sehingga mendorong bank sentral AS untuk menahan diri dalam memangkas suku bunga acuannya.
“Penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya dibayangi oleh kekhawatiran perang dagang akibat kebijakan tarif impor baru Presiden Trump. Dan kenaikan tarif ini bisa berimbas pada kenaikan harga-harga atau inflasi di dalam negri AS sendiri sehingga bisa mendorong Bank Sentral AS untuk tidak memangkas suku bunga acuannya lagi,” ujar Ariston, Selasa, 18 Februari 2025.
Baca juga: Pasar Optimis, Rupiah Menguat Seiring Isu Penundaan Tarif AS
Adapun indeks dolar AS (DXY) pagi ini sedikit lebih kuat dibandingkan pagi sebelumnya, yakni bergerak di kisaran 106,88.
Lebih lanjut, Ariston menyebut bahwa dua petinggi The Federal Reserve (The Fed) telah memberikan sinyal mengenai kemungkinan bank sentral tidak akan memangkas suku bunganya dalam waktu dekat.
“Ekspektasi kebijakan the Fed tersebut juga dijelaskan secara implisit oleh dua petinggi the Fed semalam yaitu Michelle Bowman dan Patrick Harker,” jelasnya.
Baca juga: Jika The Fed Tak Pangkas Suku Bunga, Bagaimana Dampaknya ke Likuiditas Domestik?
Ariston memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.260–Rp16.280 per dolar AS hari ini, dengan tekanan masih cenderung datang dari penguatan dolar AS.
“Setelah menyentuh support penting di kisaran Rp16.190-an kemarin, rupiah hari ini bisa mencoba bergerak melemah ke arah Rp16.260-Rp16.280 dengan support di kisaran Rp16.190,” pungkasnya. (*)
Yulian Saputra