Jakarta – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menilai, melemahnya nilai mata uang rupiah yang sempat mendekati Rp14.000 per dolar AS diyakini belum berdampak ke perekonomian nasional. KSSK menegaskan, saat ini perekonomian nasional masih dalam kondisi yang baik.
Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK Sri Mulyani mengatakan, nilai tukar rupiah yang tengah tertekan terhadap dolar AS lebih disebabkan oleh faktor eksternal dan volatilitas pasar keuangan global yang telah menyebabkan dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang global.
“Terkait dengan tekanan pada nilai tukar rupiah yang terjadi di bulan April 2018, perlu ditegaskan bahwa hal ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal berupa penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia,” ujar Sri Mulyani, di Jakarta, Senin, 30 April 2018.
Menurutnya, penguatan dolar AS tersebut lebih didorong oleh berlanjutnya kenaikan yield US Treasury atau suku bunga obligasi negara AS yang mencapai 3,03 persen atau tertinggi sejak tahun 2013. Selain itu potensi kenaikan Fed Funds Rate lebih dari 3 (tiga) kalu juga mendorong penguatan dolar AS.
Sementara itu, dari sisi domestik, pada bulan April 2018 terjadi kenaikan permintaan vakuta asing (valas) sesuai pola tahunan. Sri Mulyani meyakini, depresiasi rupiah secara umum masih terjaga dan lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi sejumlah mata uang negara emerging maupun negara maju.
Baca juga: Jokowi Buka-Bukaan Soal Pelemahan Rupiah
“Terkelolanya kurs rupiah juga didukung oleh upaya stabilisasi untuk mengurangi volatilitas baik di pasar valas maupun pasar SBN,” tambah Sri Mulyani.
Di sisi lain, lanjut dia, KSSK juga terus mencermati sejumlah risiko yang dapat memengaruhi stabilitas sistem keuangan Indonesia dan prospek perekonomian ke depan.
Sedangkan dari sisi global, risiko tersebut antara lain terkait dengan dampak normalisasi kebijakan moneter di negara-negara maju, sebagai bentuk ekspektasi pasar atas kenaikan Fed Funds Rate yang lebih agresif, perang dagang antara AS dengan Tiongkok, perkembangan harga minyak global, dan instabilitas geopoIitik.
“Di sisi domestik, risiko yang terus dicermati antara lain terkait perkembangan nilai tukar serta dampaknya terhadap stabilitas perekonomian dan momentum pemulihan ekonomi yang sedang berjalan,” ucapnya.
Dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi di tengah meningkatnya risiko perekonomian, KSSK juga akan memperkuat pemantauan dalam mengantisipasi sejumlah risiko baik dari sisi eksternal maupun domestik.
“Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS akan terus memperkuat sinergi untuk mengoptimalkan bauran kebijakan agar ketahanan makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga dan mendukung momentum pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan berkualitas,” tutup Sri Mulyani. (*)