Jakarta – Salah satu kasus yang tengah hangat diperbincangkan publik adalah terkait kasus bos Grup Kresna, Michael Steven (MS). Sebelumnya, MS telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas perkara yang menyangkut PT Kresna Sekuritas, seperti diberitakan CNBC pada 13 September 2023.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi buronan polisi, MS masih dapat memenangkan gugatan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tiga kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Menurut Pengamat Hukum Denny Indrayana, dari sisi hukum terkait status bos Kresna Life MS sebagai buron. Pelaku kejahatan yang “melarikan diri” semestinya diberikan pengetatan dalam mengajukan upaya hukum.
Jika pengadilan tidak berani mengambil sikap demikian, kata Denny, maka buron dengan bebas lari dari tanggung jawabnya terhadap proses penegakan hukum.
“Dalam kajian ilmu hukum yang telah diperbincangkan secara global, dikenal doktrin fugitive disentitlement, yaitu konsep untuk membatasi hak “penjahat” dalam melakukan pembelaan hukum pada situasi tertentu. Bila mencermati ketentuan domestik, Mahkamah Agung telah menetapkan sejumlah surat edaran yang mengandung pembatasan hak bagi buronan, misalnya larangan bagi DPO untuk mengajukan upaya praperadilan dalam SEMA 1/2018,” ungkapnya dalam InfobankTalknews bertajuk “Membongkar Kejahatan Korporasi di Sektor Keuangan” pada Rabu, 24 Juli 2024.
Baca juga: Kasus Kresna Life Modus Lama yang Harus Ditindak Tegas dan Tidak Dikasih “Karpet Merah”
Sementara, menurut Eko B. Supriyanto, modus Grup Kresna identik dengan kasus Jiwasraya, yakni dengan menghimpun dana masyarakat dari produk asuransi Kresna Life lalu diinvestasikan ke saham-saham emiten yang terafiliasi, di antaranya PT Kresna Sekuritas.
Hal ini yang menyebabkan Kresna Life gagal membayar klaim-klaim pemegang polis. Peliknya, pengadilan tingkat satu dan banding tidak menangkap gambaran utuh mengenai problem di sektor jasa keuangan yang kian merugikan publik.
“OJK tidak ujug-ujug menjatuhkan sanksi pencabutan izin usaha kepada Kresna Life, tetapi telah melalui proses pembinaan yang panjang sejak tahun 2020. Akan tetapi bila pengadilan membatalkan pencabutan izin ini, akan menjadi preseden buruk, seburuk-buruknya preseden,” kata Eko.
Sementara, Pengamat Asuransi Kapler Marpaung menerangkan bahwa lembaga asuransi sebenarnya menawarkan produk penitipan dana dan kepercayaan bagi masyarakat.
Baca juga: Tata Kelola Buruk, Saham-saham Terafiliasi Grup Kresna Anjlok
“Sehingga apabila ditemukan fraud atau pemalsuan laporan keuangan yang menjadi pemicu gagal bayar klaim pemegang polis, maka perlu diambil langkah serius terhadap perbuatan tersebut,” ujarnya.
Kemudian, Pengamat Pasar Modal, Budi Frensidy, menilai gagal bayar Kresna Life terjadi akibat nilai investasi emiten yang terafiliasi dengan Grup Kresna turun drastis di bursa efek.
“Ini menunjukkan tata kelola yang buruk, utamanya karena perbuatan MS, bos Grup Kresna,” katanya. (*)