Riset DBS: Optimalisasi AI dan ESG Jadi Prioritas Bisnis di RI

Riset DBS: Optimalisasi AI dan ESG Jadi Prioritas Bisnis di RI

Jakarta - Dalam rangka mendukung pertumbuhan bisnis nasabah, DBS Bank Ltd (Bank DBS) kembali mempertegas komitmennya melalui laporan survei terbaru bertajuk “New Realities, New Possibilities”.

Dalam riset ini, Bank DBS mengumpulkan insights lebih dari 800 pemimpin keuangan, khususnya Chief Financial Officer (CFO) dan Corporate Treasurers, pada tujuh sektor dan 14 pasar, untuk mendapatkan pemahaman komprehensif mengenai dampak tren ekonomi makro terkini terhadap strategi yang perlu mereka terapkan demi mempertahankan keadaan finansial di tengah kompleksitas pasar.

Riset tersebut mencatat ada tiga tren makroekonomi yang dinilai para pemimpin keuangan sebagai tantangan terhadap stabilitas dan pertumbuhan, yakni ketegangan geopolitik (58 persen), volatilitas akibat inflasi dan ketidakstabilan suku bunga (57 persen), serta gangguan rantai pasokan (55 persen).

Baca juga: Studi IBM: Adopsi Teknologi AI di RI Terkendala Infrastruktur, Keamanan Data, dan Talenta

Sebaliknya, kehadiran teknologi baru, seperti Generative AI dan Blockchain (83 persen), dan meningkatnya fokus pada keberlanjutan (76 persen), dianggap sebagai tren yang memiliki potensi dampak positif, mampu mendorong inovasi, serta meningkatkan efisiensi operasional.

Bank DBS yang melakukan survei ini dalam periode berbeda - sebelum dan sesudah pengumuman tarif AS pada April tahun ini, menemukan bahwa dari tujuh prioritas yang diteliti, pemanfaatan financial intelligence berbasis data tetap menjadi prioritas utama perusahaan dalam memperkuat ketahanan keuangan mereka.

Hasil survei dari kedua periode konsisten menunjukkan bahwa penggunaan AI untuk analisis dan visualisasi data menjadi penting dalam meningkatkan fungsi perbendaharaan perusahaan.

Baca juga: Teknologi Data Streaming Tingkatkan Kinerja dan Efisiensi Perbankan

Lonjakan signifikan berada pada manajemen likuiditas dan valuta asing (FX). Berdasarkan hasil survei kedua, aspek ini meningkat lima posisi - dari ketujuh menjadi kedua.

Manajemen likuiditas dan valuta asing dipandang semakin krusial dalam merencanakan penguatan stabilitas keuangan di tengah biaya awal yang lebih tinggi dan potensi penimbunan inventaris akibat meningkatnya volatilitas pasar.

AI dan Otomatisasi Jadi Solusi...


Di Indonesia, studi ini menjelaskan bahwa ada pergeseran prioritas dalam menghadapi lanskap bisnis global yang terus berkembang. Para pemimpin keuangan di Indonesia menyadari bahwa volatilitas ekonomi dunia memberikan tekanan baru bagi industri dalam negeri.

Meski demikian, situasi ini juga membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk tampil sebagai alternatif pusat manufaktur yang kompetitif, didukung oleh ekspansi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang semakin agresif. Perubahan ini diperkirakan akan secara signifikan membentuk ulang lanskap perdagangan, investasi, dan sektor industri nasional dalam beberapa tahun ke depan. 

“Bank DBS Indonesia menyadari bahwa para CFO kini menghadapi tantangan yang lebih luas–lebih dari sekadar teknologi dan data–tetapi juga perlu memikirkan likuiditas dan valuta asing di tengah volatilitas global," ucap Head of Institutional Banking Group Bank DBS Indonesia, Anthonius Sehonamin, dikutip Kamis, 24 Juli 2025.

Ketika para eksekutif global memprioritaskan financial intelligence berbasis data, manajemen likuiditas, dan valuta asing (FX), 80 persen pemimpin keuangan Indonesia justru menempatkan optimalisasi biaya modal sebagai prioritas utama mereka.

Hal ini mencerminkan respons terhadap tekanan perdagangan, pelemahan rupiah, dan inflasi yang terus berlangsung.

Di saat yang sama, 78 persen perusahaan di Indonesia mengidentifikasi kinerja ESG (Environmental, Social, Governance) sebagai agenda strategis utama, seiring dengan diberlakukannya kewajiban pelaporan dan meningkatnya ekspektasi investor, termasuk untuk memastikan akses terhadap pendanaan.

Menempati posisi selanjutnya, peningkatan aktivitas kebendaharaan dinilai 76 persen responden menjadi prioritas kritikal agar perusahaan dapat mengidentifikasi peluang untuk menyempurnakan proses, mendorong efisiensi, dan memperkuat dampak strategis.

Selain itu, pada survei ini dilakukan penelitian dengan indikator terbaru, yakni Strategic Effectiveness Indicator (SEI) untuk mengevaluasi efektivitas strategi sebuah organisasi.

Dari ketiga fokus utama CFO dan treasurer Indonesia yang telah disebutkan sebelumnya, kinerja ESG mendapatkan rata-rata tingkat SEI tertinggi (82 persen), diikuti dengan optimalisasi biaya modal (78 persen), dan peningkatan aktivitas kebendaharaan (76 persen).

Riset ini juga menyarankan tiga stretegi sebagai solusi selanjutnya yang dapat dikembangkan oleh CFO dan treasurer di Indonesia, yaitu mengikuti jejak eksekutif global dalam mengeksplorasi pemanfaatan teknologi Gen AI dan otomatisasi cerdas untuk mendukung ketahanan finansial.  

Lalu, mengandalkan layanan konsultasi ESG untuk mengintegrasikan aspek keberlanjutan ke dalam perencanaan keuangan serta mendukung akses terhadap pembiayaan hijau, seraya menyeimbangkan kembali rasio utang dan ekuitas, menjajaki pendanaan jangka panjang, serta mendiversifikasi sumber pembiayaan guna mengoptimalkan biaya modal.

“Di tengah ketidakpastian global dan disrupsi teknologi, para pemimpin bisnis harus mengelola risiko sambil tetap beradaptasi. Memposisikan mitra bisnis tepercaya menjadi lebih penting dari sebelumnya dalam menghadapi momen kritis ini,” tutur Head of Global Transaction Services Bank DBS Indonesia, Dandy Indra Wardhana Pandi. (*) Steven Widjaja

Halaman12

Related Posts

News Update

Netizen +62