Jakarta–Dibandingkan tahun lalu, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia diperkirakan lebih baik pada tahun ini.
Berdasarkan performa rata-rata perusahaan di kuartal I-2016 dan survei konsumen Bank Indonesia, DBS Group Research melihat sentimen konsumen telah lebih baik dibanding tahun lalu dan tidak melihat permintaan konsumen merosot lebih jauh. Ini sejalan dengan outlook 2016 di mana permintaan diperkirakan akan meningkat secara bertahap.
Kinerja sektor konsumsi di ASEAN pada tahun ini mulai mengalami perbaikan yang didukung oleh relatif stabilnya tingkat mata uang regional. Kendati masih tetap perlu diwaspadai terjadinya gejolak pasar, terutama yang disebabkan faktor kenaikan suku bunga the Fed. Tahun ini pertumbuhan laba bersih sektor konsumsi ASEAN diestimasi mencapai 13 persen, dengan Thailand dan Indonesia sebagai penopang utamanya.
Di Indonesia, kinerja sejumlah perusahaan di Indonesia cukup memuaskan. Kendati masih di bawah proyeksi, rata-rata pendapatan perusahaan masih tumbuh hingga 11 persen, pada kuartal I-2016 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Performa ini harus diakui terbantu oleh rendahnya basis pertumbuhan pada kuartal I-2015.
“Kami melihat permintaan konsumen tidak akan merosot lebih jauh. Ini sejalan dengan outlook tahun ini di mana kami berharap akan ada peningkatan permintaan secara bertahap,” kata Edwin Lioe, analis DBS Group Research dalam laporan riset berjudul “ASEAN Consumer: Food for Thought” edisi Mei 2016.
Indikasi akan meningkatnya konsumsi adalah perayaan Lebaran yang akan jatuh pada awal Juli. Ini artinya konsumsi barang kebutuhan pokok dan sekunder diprediksi sudah meningkat pada satu sampai dua bulan sebelumnya. Apalagi penurunan harga bahan bakar minyak dan listrik juga menjadi sentimen positif bagi konsumsi. Dampak terhadap perusahaan akan tergambarkan dalam kinerja keuangan pada kuartal II-2016.
Akan tetapi yang perlu diwaspadai adalah tingkat keyakinan konsumen yang cenderung menurun. Pada April 2016, indeks keyakinan konsumen tercatat sebesar 109, turun tipis 0,8 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara hasil survei ekspektasi konsumen dalam enam bulan ke depan sedikit mengalami peningkatan, meskipun ada penurunan terhadap kegiatan bisnis dan penghasilan yang lebih baik.
“Dalam pandangan kami, hasil survei memperlihatkan sentimen konsumen lebih baik dibandingkan tahun lalu tapi yang masih kurang adalah faktor ‘greget’ untuk mengatakan bahwa pemulihan sedang berjalan,” kata Edwin.
DBS Group Research melihat, ada upaya untuk mendorong konsumsi. Bank Indonesia misalnya, menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin selama tiga bulan berturut-turut sepanjang kuartal I. Suku bunga acuan turun dari 7,5 persen menjadi 6,75 persen.
Inisiatif tersebut diharapkan mendorong bank-bank komersial menurunkan bunga pinjaman dan simpanan. Dengan begitu akan menstimulasi investasi untuk perekonomian. Kendati pencapaiannya belum maksimal. Oleh karenanya, Bank Indonesia mereformulasi suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-day Repo Rate.
Nantinya tingkat suku bunga deposito dan pinjaman akan mengacu pada tingkat suku bunga Repo selama 7 hari, yakni dibatasi sebesar 75 basis poin batas di bawah dan di atas BI 7-day Repo Rate. Jika saat ini tingkat BI 7-day Repo Rate sebesar 5,5 persen, maka suku bunga fasilitas deposito sebesar 4,75 persen untuk fasilitas deposito dan 6,25 persen untuk fasilitas pinjaman.
Bank Indonesia rencananya akan menerapkan kebijakan baru ini pada 19 Agustus 2016. Edwin melihat, kebijakan ini dapat menjadi solusi ke depan untuk mencapai suku bunga komersial yang lebih rendah. “Jika semua berjalan sesuai rencana, bunga pinjaman yang lebih rendah dapat menjadi pendorong roda ekonomi dan bisa meningkatkan daya beli konsumen dalam jangka panjang,” tuturnya. (*)
Editor: Paulus Yoga