Jakarta – Upaya pemerintah untuk melepaskan diri dari perangkap ekonomi kelas menengah atau middle income trap (MIT) ternyata tak semudah seperti yang diinginkan. Beragam rintangan menghadang di depan, salah satunya adalah melonjaknya sandwich generation.
Sandwich generation adalah generasi dewasa muda yang memiliki beban finansial ganda, yakni tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan finansial diri sendiri atau keluarga jika sudah berkeluarga serta orang tuanya.
Rista Zwestika selaku Financial Planner Expert dari PINA Indonesia mengungkapkan bahwa porsi sandwich generation di Indonesia ialah sebesar 77,8 persen dari total populasi Indonesia. Ini tentunya adalah angka yang sangat besar dan amat berpotensi mengganggu terwujudnya visi Indonesia Emas 2045.
“2045 digadang-gadang bakal menjadi Indonesia Emas atau gold generation, tapi faktanya terjadi lonjakan sandwich generation sebesar 77,8 persen saat ini. Ini artinya 77,8 persen kebutuhan lansia ditopang oleh anggota rumah tangga yang bekerja,” jelas Rista saat menghadiri acara Forum Jurnalis Jagoan yang diadakan Bank Jago di Jakarta, Rabu, 21 Februari 2024.
Baca juga: Gawat! Gara-Gara Ini, Target Indonesia Emas 2045 Terancam Gagal
Ia jelaskan lebih lanjut bahwa kondisi itu terjadi akibat sejumlah faktor, salah satunya adalah ketidaksiapan masyarakat Indonesia untuk memasuki masa pensiun. Ia kembali membeberkan data di mana terdapat 90 persen masyarakat Indonesia yang tak siap memasuki masa pensiun dengan beragam alasan, antara lain belum punya dana yang cukup (86 persen), khawatir bergantung pada keluarga (54 persen), khawatir kehabisan uang di masa pensiun (77 persen), dan khawatir ada peningkatan pengeluaran untuk kesehatan (83 persen).
“Artinya, kalau saat ini yang generasi milenial tidak mengatur keuangannya, maka akan menciptakan sandwich generation. Begitu pula dengan generasi gen Z yang saat ini dikit-dikit ‘healing’, konsumtif karena mengikuti lifestyle pergaulan, ini akan menciptakan yang namanya sandwich generation,” tuturnya.
Maka dari itu, ia katakan, circle atau lingkaran sandwich generation itu harus diputus melalui kolaborasi dengan berbagai pihak dalam bentuk peningkatan program edukasi keuangan atau literasi dan yang lainnya. Mengingat bila tak diputus, maka pada 2045 Indonesia akan mencetak sandwich generation, dan bukan gold generation seperti yang diharapkan.
Tak lupa, Rista juga menyinggung banyaknya generasi muda Indonesia yang terjerat pinjaman online atau pinjol untuk memenuhi kebutuhannya yang konsumtif, seperti online shopping, travelling, dan nonton konser.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan INDEF pada 2023, jumlah penerima dana pinjol pada generasi muda di bawah usia 19 tahun tercatat berjumlah 72.142 orang dengan total jumlah pinjaman sebesar Rp168,87 miliar (0,4 persen). Sementara yang berusia 19 sampai 34 tahun, jumlah penerimanya sebesar 10.914.970 orang dengan total jumlah pinjaman sebesar Rp26,87 triliun (60,1 persen).
Sedangkan yang berusia 35 sampai 54 tahun, jumlah penerimanya sebesar 6.489.965 orang dengan total pinjaman Rp17,89 triliun (35,7 persen). Dan mereka yang berusia di atas 54 tahun membentuk porsi 3,8 persen dengan jumlah penerima dan total pinjaman masing-masing ialah sebesar 686.354 orang dan Rp1,99 triliun.
Baca juga: Waspada! Generasi Muda “Asam Sulfat” Gali Utang Tutup Utang, Lalu Ngemplang
Lalu, 30 persen sampai 40 persen korban investasi bodong adalah dari generasi milenial dan gen Z. Berdasarkan data yang dikutip dari penelitian David Low selaku General Manager Asia Tenggara Luno, sekitar 69 persen generasi milenial di Indonesia tak memiliki strategi investasi. Sedangkan menurut hasil riset OCBC NISP Financial Fitness Index, sekitar 85,6 persen generasi muda Indonesia “kurang sehat” secara finansial.
Hal ini juga didukung oleh data di mana literasi keuangan gen Z lebih rendah ketimbang tingkat literasi keuangan secara nasional, yakni 44,04 persen dari tingkat literasi keuangan nasional yang sebesar 48,45 persen.
Sementara itu, total kerugian dari investasi bodong pada periode 2018 sampai 2022 sudah mencapai Rp126 triliun. Steven Widjaja