Jakarta – Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Deni Ridwan mengungkapkan, pemerintah bisa saja membuat kebijakan untuk tidak menarik utang. Namun, pemerintah dan masyarakat harus siap menerima konsekuensi dari hal tersebut.
“Jadi kita bisa tidak berutang, salah satunya dengan bisa menghilangkan subsidi. Secara hitungan di atas kertas bisa, tapi praktiknya woh pastikan luar bisa,” kata Deni dalam acara Money Talks CNBC Indonesia, Rabu 14 Juni 2023.
Deni menjelaskan, bisa saja pemerintah tidak menarik utang. Tapi konsekuensinya adalah dengan melakukan pengurangan anggaran pada subsidi, kesehatan, dan pendidikan.
“Itu bisa kita lakukan pengurangan kalau kita mau melakukan kebijakan zero debt. Tapi itu siap nggak kita konsekuensinya tidak ada subsidi, pengurangan transfer ke daerah, kemudian anggaran kesehatan dikurangin. Itu yang perlu kita pertimbangkan,” tegas Deni.
Baca juga: Kemenkeu Klaim Sepanjang Sejarah RI Tak Pernah Gagal Bayar Utang
Dia pun memberi contoh, seperti pada 2022 lalu, belanja negara mencapai Rp3.000 triliun, dengan defisit Rp464 triliun. Artinya, pemerintah menambah utang sebesar Rp464 triliun.
Dari anggaran belanja tahun 2022, tercatat belanja terbesar dialokasikan pada subsidi energi dari target awal sebesar Rp150 triliun, dinaikkan menjadi Rp500 triliun. Sebab, saat itu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami lonjakan yang tinggi, sehingga pemerintah
“Jadi secara hitung-hitungan di atas kertas kalau kita enggak utang tahun lalu gampang, hilangkan subsidi Rp500 triliun. Tahun lalu kita melakukan penyesuaian Pertalite ada demo, kalau kita nggak ada penyesuaiannya harga Pertalite, subsidi kita bisa naik di Rp500 triliun menjadi Rp700 triliun,” jelasnya. (*)
Editor: Galih Pratama