Revisi UU P2SK Buka Jalan Kripto Jadi Instrumen Pembayaran, Begini Kata OJK

Revisi UU P2SK Buka Jalan Kripto Jadi Instrumen Pembayaran, Begini Kata OJK

Poin Penting

  • OJK menyambut revisi UU P2SK yang akan mencakup aset kripto, namun menegaskan kripto tidak bisa dijadikan alat pembayaran karena bertentangan dengan UU Mata Uang
  • OJK membuka ruang inovasi seperti penukaran kripto ke rupiah untuk transaksi legal, serta memperkuat penegakan hukum terhadap transaksi dan bursa kripto ilegal
  • OJK mempertimbangkan pajak 0,21 persen per transaksi kripto guna kepastian hukum dan kontribusi sektor digital.

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut baik revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang salah satunya akan memasukkan aset kripto ke dalamnya.

Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, menilai ada sejumlah aspek yang perlu diperhatikan terkait dimasukkannya aset kripto ke dalam UU P2SK.

Misalnya, jika mewacanakan aset kripto sebagai alat pembayaran. Hasan menyebut, hal ini tidak dapat dilakukan, mengingat Indonesia memiliki UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Di dalamnya, sudah tertulis jelas bahwa rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran sah di negara ini.

“Namun demikian, kami melihat adanya ruang inovasi untuk memanfaatkan aset kripto ini dalam mendukung transaksi dan perdagangan,” sambung Hasan alam Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Kamis, 9 Oktober 2025.

Baca juga: Nilai Transaksi Kripto Selama September 2025 Turun 14,53 Persen

Hasan mencontohkan inovasi yang memungkinkan pengguna menjual atau menukar aset kripto menjadi uang rupiah. Sehingga, aset kripto dapat digunakan untuk transaksi sesuai ketentuan.

Usulan berikutnya yaitu pemberantasan transaksi aset kripto ilegal. Menurut Hasan, aspek keamanan bertransaksi akan selalu menjadi fokus utama regulator.

“Dan dalam kajian kami terkait penanganan entitas ilegal di ekosistem aset kripto, kami akan merekomendasikan strategi penegakan hukum secara intensif terhadap berbagai crypto exchange yang unlicensed ini,” tegas Hasan.

Terakhir, terdapat kemungkinan untuk menerapkan pajak di tiap transaksi kripto. Adapun jumlahnya sebesar 0,21 persen per transaksi. Hasan menyebut, penerapan pajak ini sejatinya bertujuan menghadirkan kepastian hukum.

Pungutan pajak ini juga diharapkan bisa menunjukkan kontribusi dari sektor aset keuangan digital. Agar prosesnya berjalan dengan baik, OJK akan berkolaborasi dengan Kementerian Keuangan, dalam memantau dan mengevaluasi kebijakan ini agar tidak mendorong nasabah melakukan transaksi di luar negeri.

“Karena itu tentu OJK mendorong agar ada terus sinergi kebijakan dengan otoritas fiskal untuk menyeimbangkan aspek kepatuhan dan daya saing industri,” tukasnya.

Baca juga: CFX Ungkap Kolaborasi Regulasi dan Industri di TOKEN2049 Dorong RI Jadi Hub Kripto

Pertumbuhan Aset Kripto September 2025

Untuk diketahui, volume transaksi aset kripto pada September 2025 mencapai Rp38,64 triliun. Angka tersebut menurun menurun 14,53 persen secara month to month (mtm) jika dibandingkan nilai transaksi Agustus 2025 yang tercatat Rp45,21 triliun.

Namun begitu, jumlah konsumen berada dalam tren peningkatan, yaitu mencapai angka 18,08 juta konsumen, atau meningkat 9,57 persen jika dibandingkan posisi bulan Juli 2025, yang tercatat sebanyak 16,50 juta konsumen. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

Related Posts

News Update

Netizen +62